Sungai Penuh .-Pada abad ke 19 dan abad ke 20 Sebukar sebuah Dusun (Desa) sebuah dikawasan Tanah Cogok (Tanco) Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci dikenal luas sebagai salah satu pusat pendidikan Islam di alam Kerinci
Hal ini disampaikan Zulhiban Tokoh Masyarakat Sebukar dan Nikmarijal,M.Pd Tokoh Muda DesaSebukar dalam pembicaraan bersama wartawan media ini kemaren, dimasa lalu tokoh muda Pada masa awal pendudukan Jepang (1942-1943) di Dusun Sebukar telah berdiri Lembaga Pendidikan dalam bentuk sistim pengajaran yang dipusatkan di Madrasah. Dekade tahun 1950 an para santri yang belajar ilmu agama berasal dari dusun dusun di alam Kerinci dan santri santri yang berasal dari daerah tetangga Pangkalan Jambu (Perentak), Sungai Manau, Muara Panco,Tabir Ulu (Kabupaten Merangin) dan santri santri dari daerah tetangga Inderapura, Pesisir Selatan (Sumatera Barat)
Para santri santri yang menuntut ilmu agama dan mondok di rumah rumah masyarakat dusun Sebukar, pada masa itu hampir setiap rumah masyarakat menampung santri santri yang berdatangan dari berbagai dusun dusun di alam Kerinci maupun dari daerah daerah tetangga.”Kata Zulhiban”
Dimasa lalu masyarakat Dusun Sebukar dengan segenap suka cita menampung para santri yang datang dari berbagai penjuru dusun di alam Kerinci termasuk para santri yang berasal dari daerah tetangga seperti dari Merangin dan dari Propinsi Tetangga,di rumah rumah warga, dan sebuah kebanggaan bagi masyarakat dusun Sebukar jika di rumah mereka terdapat anak anak Siyak.
Unieknya anak anak Siyak pada masa itu merasa di perlakukan seperti anak anak sendiri oleh warga Sebukar, tak jarang jika “Sangu” biaya hidup terlambat diterima , anak anak Siyak tetap bergembira karena masyarakat memberikan mereka pinjaman seperti kebutuhan sembako, dan baru mereka kembalikan jika kiriman dari orang tua mereka terima.
Tak jarang karena sudah diperlakukan seperti anak kandung, maka sebagian anak anak Siyak ikut bekerja di Sawah dan Ladang ibu asuh mereka dan otomatis kebutuhan pangan dapat mereka atasi sendiri menjelang ada kiriman dari orang tua masing masing.
Pada tahun tahun berikutnya Para alumni Madrasah / Pondok Pesantren Sebukar sebagian besar menjadi ulama di daerah masing masing, dan sejumlah alumni lainnya menjadi pegawai negeri sipil, Dosen perguruan tinggi agama Islam, yang tersebar di wilayah Propinsi Jambi dan Propinsi tetangga.
Menurut H.Ibnu Hajar- 65 tahun (tokoh masyarakat dan alumni santri Madrasah Sebukar) pada era tahun 1950 an sebutan ”Anak Siyak” (anak alim,Pen) .Sebutan ini dilatar belakangi oleh banyaknya santri santri dari berbagai dusun dusun yang menimba ilmu agama di Sebukar.
Pada awal abad ke 20 Dusun Sebukar dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan Islam di Alam Kerinci, di Dusun kecil ini pada masa lalu ramai dihuni para santri yang berasal dari berbagai daerah di alam Kerinci maupun santri santri dari daerah daerah tetangga, unieknya pada masa itu masyarakat Sebukar dengan sukarela menampung para santri untuk mondok di rumah rumah penduduk dusun Sebukar.
Diantara ulama yang merintis pendidkan agama di Sebukar adalah H. Khalik (wafat:1975) H.Khalik ulama kharismatik asal dusun Sebukar pada masa muda menimba ilmu ilmu agama Islam di Kota Suci umat Islam di Makkah.
H . Khalik pada awalnya menuntut ilmu agama Islam di Makkah selama 9 Tahun. Setelah 9 tahun berada di Makkah, H.Khalik kembali ke tanah kelahirannya di Dusun Sebukar, di Sebukar H.Khalik mulai melaksanakan pengajian agama di kediamannya dengan anggota pengajian dari dusun Sebukar dan dusun tetangga terdekat. Selama 3 tahun H. Khalik melakukan dakwah dan pengajian ditengah tengah masyarakat, Pada tahun ketiga (1936) H.Khalik kembali ke Mekah untuk lebih mendalami ilmu agama,pada periode kedua ini H.Khalik menetap dan menekuni pendidikan agama Islam di Makkah selama 6 tahun.
Pada awal pendudukan Jepang (1942-1945) H.Khalik dan beberapa orang warga Kerinci yang tengah menuntut ilmu di Makkah dengan bantuan Penuh dari Organisasi Muhamadiyah berangkat kembali ke tanah air dari Mekah. tahun 1942 H.Khalik mulai merintis pendirian Lembaga Pendidikan Islam dalam bentuk kelompok pengajian, kelompok pengajian yang diasuh H.Khalik terus mengalami perkembangan yang pesat.
Melihat perkembangan yang semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat,Maka pada tahun 1950 an bersama tokoh ulama H.Khatib merintis sistim pendidikan dengan sisitim kelas, pada awalnya bangunan Madrasah merupakan bangunan sangat sederhana dengan material utama bangunan dari bambu, pembangunan sarana bangunan dilakukan secara gotong royong dengan melibatkan masyarakat dusun Sebukar dan para santri yang mondok di Dusun Sebukar.
Catatan yang dapat dihimpun penyusun (Sebukar:15:4:2013) diantara santri santri yang diasuh oleh H.Khalik terdapat nama Buya Saleh Said (alm) H.Nurdin (alm). Syarif Sudin (alm).Drs.H.Adnan Rusli. Jamaluddin Amin, Abu Bakar, H.Adam Ilyas, Abdul Muin ,Ibrahim Khatib..
Beberapa orang santri tamatan Madrasah Sebukar melanjutkan Penddikan ke Candung - Bukittinggi dan Yokyakarta, pada periode berikutnya beliau beliau ini mengabadikan diri sebagai ulama dan Dosen pada IAIN Sultan Thaha Syaifuddin Jambi. Dan Fakultas Syariah IAIN di Sungai Penuh.
Angkatan berikutnya tercatat nama nama santri yang berhasil menamatkan pendidikan di Sebukar antara lain Drs.Thayib Sudin (alm) Drs.H.Hayat Khalik (alm) Drs.H.Zainun Manaf, Drs.Madrus, dan Drs. Abdul Gani. Prof. Dr. H. Sudirman, H. Jasrial Zakir, Lc, H. Ahmad Mukhtar Ambai, dan Drs. H. Hasari.
Fakta Sejarah menunjukkan, pada saat menuntut ilmu agama Islam di Mekah, H.Khalik pada awalnya sempat belajar ilmu agama dituntun oleh Syech. H. Muchktar Ambai, dan Syech H. Mohd. Sekin. Di Mekah H. Khalik bersahabat dan belajar ilmu agama bersama para sahabat asal Kerinci antara lain H.Khatib, H. Nazari Koto Iman, H. Furkan Saleh Tanjung Pauh.
Sejak kembali dari Makkah tahun 1942, H.Khalik giat melakukan dakwah dan mendirikan lembaga Pendidikan Madrasah di tanah kelahirannya Dusun Sebukar, pada akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20, mayoritas (100%) masyarakat dialam Kerinci khususnya di dusun Sebukar telah memeluk agama Islam, dan di Dusun Sebukar pada masa itu telah didirikan “surau” yang dibangun secara swadaya.
Walau telah memeluk agama Islam, akan tetapi pengaruh kebudayaan Hindu dan kepercayaan terhadap dewa dewa, roh roh nenek moyang dan budaya Mistik masih berkembang ditengah tengah masyarakat, Ibadah agama Islam masih dipengaruhi dengan hal hal yang berbau Syirik, Bidah dan kurafat, kepercayaan terhadap benda benda pusaka serta ritual animism - Hindu masih mewarnai kehidupan ibadah,sosial dan kemasyarakatan masyarakat Dusun Sebukar dan sekitarnya..
Melalui dakwah dan pendekatan persuasive secara perlahan K.Khalik memberantas sisa sisa kebudayaan nenek moyang, dengan santun dan sabar K.Khalik melakukan pemurnian ajaran Islam dan membersihkan aqidah masyarakat dari pengaruh animisme dan unsur unsur yang mengandung bid’ah,kurafat dan syirik (BJ/Rita)
Posting Komentar Blogger Facebook