Sungai Penuh. Selama Seminggu  sejak tanggal 1 hingga  8  Januari 2016 Budayawan/Penulis Buku  Sejarah Kebudayaan Kerinci Buhari Rio Temenggung Tuo dan Nurul Anggraini Pratiwi melakukan  rekam jejak dan menelusuri  perjuangan rakyat  se alam Kerinci  di daerah terpencil di  3 Desa Pungut Kecamatan Air Hangat Timur hingga ke Kaki Gunung Kerinci dan kawasan Lempur Kecamatan Gunung Raya dan Kawasan Lolo Kecamatan Bukit Kerman Kabupaten Kerinci.
  Menurut Nurul Anggraini Pratiwi Mahasiswa  Semester VIII Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (SRTKS) Bandung- Propinsi Jawa Barat,ia dengan didampingi penulis dan Penerima Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional melakukan napak tilas ke  Basis Basis Gerilya dan Pusat perjuangan rakyat alam Kerinci termasuk mengunjungi  peninggalan sejarah Pabrik Teh dan Perkebunan Teh PTP.N 6 Kajoe Aro dalam rangka untuk menyusun buku sejarah perjuangan rakyat se alam Kerinnci dalam  melepas tanah air dari cengkraman Kolonial Belanda .
Dengan menggunakan sepeda motor kharisma Nurul Anggraini Pratiwi bersama Budayawan  dan penulis buku Buhari Rio Temenggung menyusuri Hutan Belantara dan lembah di kawasan Pungut dan kebun kebun casiavera Kopi di  daerah Gunung Raya dan Bukit Kerman, dan selama 2 hari  mahasiswi STKS Bandung  menelusuri kawasan agro wisata Kebun Teh  dan menyaksikan  Pabrik Teh PTP.N Kajoe Aro  peninggalan Kolonial Belanda.
Dari kaki gunung Kerinci Nurul Anggraini menyaksikan panorama alam Kawasan Hutan TNKS dan hamparan perkebunan Teh terluas di Asia  dan  lokasi tertinggi ke dua di dunia setelah perkebunan Teh di Darjeling Kaki Gunung Himalaya.
Dalam perbincangan di Home Stay Family Kersik Tuo Kajoe Aro Nurul Anggraini Pratiwi  mengemukakan  bahwa  dimasa lalu pada  masa kolonial belanda  masih mencengkram erat bumi Nusantara (Indonesia) merupakan  sebuah perjalanan  sejarah yang sangat pahit  yang  dirasakan oleh segenap rakyat Indonesia, Negeri  terinta Indonesia Raya dijadikan sebagai sapi perah oleh Belanda, dan yang lebih menyakitkan kehadiran Kolonial Belanda telah merusak tatanan dan tradisi luhur nenek moyang bangsa Indonesia dan dengan politik “ Devide  et Impera “  Belanda  melakukan adu domba dan memecah belahkan rasa persatuan dan persaudaraan  sesama rakyat Indonesia, dengan strategi politik yang mengadu domba itulah Belanda berhasil menguasai persada nusantara dan menjajah segenap rakyat Indonesi
Sepanjang Abad  ke  19  dan awal Abad ke 20, serdadu Belanda terus melakukan ekspedisi militer terhadap tanah air Indonesia, para penguasa penguasa lokal, Raja raja kecil dan  para Sultan sultan yang bertentangan  dengan  Belanda  satu persatu  dihancurkan dan ditundukkan, dengan berbagai cara Belanda terus berupaya mengibarkan Bendera Triwarna sampai  kepelosok  negeri.
Setelah  berhasil melakukan politik devisi et impera nya, Belanda dengan sifat pecah belah nya  menggunakan alasan demi  “  Rust –en Orde- Demi Ketenangan dan Ketertiban ” memberikan bantuan militer kepada pengusa penguasa lokal dalam menumpas pemberontakan.
Sebagai “upah” atas jerih payah membantu menyelesaikan  perang, maka penguasa pribumi harus mengakui kekuasaan Belanda di  wilayahnya, ini berarti  penguasa pribumi tidak  lagi  merdeka di tanah tumpah darahnya sendiri, Sebagai tali pengikatnya, Belanda mulai menyodorkan berbagai macam kontrak  korte verklaaring, agar kedaulatan Raja terbongsai, kontrak ini akan selalu menjadi mimpi buruk jika mereka berkeinginan  membelot atau meletupkan pemberontakkan. Perlahan namun pasti dengan berbagai cara termasuk politik ” Devide et Impera”, Kolonial Belanda berhasil menduduki wilayah Indonesia  dan menjajah  rakyat Indonesia, hal ini dengan mudah di lakukan oleh Belanda karena dibanyak  tempat terjadi perang lokal, antara satu  daerah dengan  daerah lain  sibuk dengan pertempuran  lokal yang terjadi di masing masing daerah tanpa ada tokoh yang dapat mempersatukan, pertempuran itu terjadi karena Belanda berhasil mengadu domba dan memecah  belahkan rasa kesatuan antara masyarakat.
Pertempuran yang bersifat lokal yang terjadi di setiap penjuru negeri sepanjang abad ke  19  dan awal abad ke 20  mulai merepotkan  pihak Belanda,  berbagai perlawanan yang bersifat lokal melahirkan banyak tokoh tokoh pejuang yang saat ini dikenal dan disebut sebagai Pahlawan. Perlawanan yang sama terhadap kolonial Belanda juga terjadi di alam Kerinci, dengan semangat menyala rakyat se alam Kerinci bersama para hulubalang berjuang hingga tetes darah penghabisan mempertahankan  Kerinci dari serangan Belanda.
Sampai awal abad ke 19 Belanda belum sepenuhnya mampu menguasai wilayah Sumatera secara keseluruhan. Di wilayah Sumatera Tengah  kawasan alam Kerinci yang meliputi Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah  ( Kerinci, Serampas  dan  Sungai Tenang )  merupakan daerah yang  “ Merdeka ”. Medan yang berat dan kawasan yang terpencil serta hutan belantara yang lebat yang didiami satwa liar merupakan tantangan alam yang mesti dihadapi jika hendak menjejakkan  kaki di ranouh alam Kerinci.
Sementara itu Buhari Rio Temenggung Budayawan dan Penulis Buku Sejarah dan Kebudayaan Kerinci menyebutkan  bahwa Potensi kekayaan alam Kerinci  terutama kekayaan  hasil pertanian dan perkebunan yang melimpah, kesuburan  tanah  dan  panorama  alamnya yang mempesona mengundang niat Belanda untuk memperluas daerah jajahan dengan melakukan ekspansi untuk menguasai  alam Kerinci yang kaya  subur dan mempesona
Menurut E.A.Klekrs (1985:92.98) pada akhir abad ke-19 mata pencaharian  paling  utama  rakyat di alam Kerinci sebagai petani, sebagian kecil sebagai peternak, pengrajin, pedagang, usaha pertanian yang dominan  adalah bersawah dan berladang, umumnya disamping menanam padi sawah, rakyat Kerinci menanam kopi, tembakau, tebu, pinang,  gambir, rami, indigo (tamanan pewarna), palawija, bermacam umbi umbian, bawang  dan jenis kacang  kacangan, prangi dan berbagai jenis tanaman buah buahan
Hasil  produksi pertanian dan perkebunan disamping di konsumsi sendiri di jual kederaah  Gubernemen, untuk komoditi Kopi di jual ke daerah Tapan dan Muko muko, Sejak kolonial berkuasa di alam Kerinci,tanaman keras seperti Kopi Robusta, Casiavera, Karet dan Cengkeh. Belanda juga membuka onderneming Kopi di Sanggaran Agung dan Danau Gedang di Pulau Sangkar. dan Batang Merangin, serta  Onderneming  Kina di Sako Duo.
Sejak dibukanya Jalan Sungai Penuh- Tapan terus ke Padang mulai  1915 dan di rampungkan tahun 1921 hasil komudity tanaman keras dari daerah Kerinci semakin mengalir kepasar Eropah, dan sampai abad ini penghasilan masyarakat di alam Kerinci(Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) sebagian besar adalah sektor pertanian dan perkebunan
Pada awal tahun 1900 imprealis  Belanda  dengan balatentaranya dari wilayah Muko muko  mengirimkan  pasukannya  berpatroli di  “Bukit Sitinjau laut” .Dan  daerah  kawasan puncak Gunung Raya serdadu Belanda  mendirikan pesanggrahan serta  memasang tanda sebagai peringatan dan pemberitahuan bahwa Belanda telah memasuki kawasan alam Kerinci.
Melihat sikap balatentara Belanda yang mulai mengibarkan “bendera perang” dan menunjukkan  itikad  tidak  baik  membuat rakyat Kerinci  menjadi marah, para Depati depati, hulubalang  dan  rakyat Kerinci menjadi geram  dan  marah
Suku Kerinci yang dikenal sejak zaman prasejarah sebagai suku pemberani dan telah memiliki  tingkat  kebudayaan dan  peradaban serta kecerdasan yang tinggi dengan semangat menyala dan pantang menyerah dengan gagah perkasa dengan senjata dan amunisi yang sangat terbatas menghadapi balatentara  Belanda yang bersenjata lengkap.
Pada Dekade awal tahun 1900 alam Kerinci mendapat  ujian berat  karena mendapat serangan (Pertama) dari Kolonial Belanda yang sebelumnya telah menguasai tanah Minangkabau, serangan pertama  ke alam Kerinci melalui  daerah Pesisir Selatan (Tapan), pertempuran seru terjadi di Koto Limau Sering
Para hulubalang  alam Kerinci yang tangguh mampu mematahkan serangan tentara Belanda, pertempuran hidup mati berlansung seru dan berakhir pada Kemenangan dari pihak hulubalang alam Kerinci,Serdadu Belanda terpaksa  balik kanan menuju pangkalan di Padang, puluhan korban tewas  dari  pihak serdadu Belanda  dan  beberapa  orang hulubalang ikut gugur.
Setelah serangan pertama yang gagal total,maka 3 tahun kemudian yakni tahun 1903 tentara kolonial Belanda mengulangi kembali serangannya dengan mengerahkan pasukan yang jauh lebih besar, serdadu Belanda memasuki alam Kerinci melalui 3 jurusan yakni Tapan, Muko muko dan Bangko.
 Pertempuran yang terjadi di Koto Limau Sering, Renah Menjuto dan disepanjang Batang Merangin telah banyak menimbulkan korban. Di Koto Limau Sering( H.M.Ismail Karim,Depati) dalam kurun waktu 1900-1903 terjadi dua kali pertempuran dahsyat, korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Daerah yang pertama kali di duduki oleh Belanda adalah Hamparan Rawang, dengan daerah patroli Semurup, Siulak Mukai, Kemantan dan Koto Tuo, meski belanda berhasil menduduki Hamparan Rawang dan dusun dusun dialam Kerinci lainnya, namun perlawanan masih tetap dilakukan oleh para hulubalang hulubalang dan pejuang se alam Kerinci. Di Daerah Kemantan Belanda menempatkan 1 Pleton serdadunya di bawah pimpinan Sersan Gilo, di wilayah lain pada tahun 1903 terjadi pertempuran dahsyat di daerah dusun Pulau Tengah yang memakan waktu 6 bulan lebih
Catatan sejarah menyebutkan Perang pertama meletus tahun 1901 di kawasan Renah Manjuto laskar  hulubalang  Kerinci yang berjunlah 18 orang dipimpin Depati Parbo “Bagaikan Harimau  lepas dari Jerat” mengamuk  dan  mematahkan  serangan serdadu  Belanda yang berjumlah sekitar 300 orang.
 Dengan semangat menyala dan pantang menyerah hulubalang Kerinci berhasil memukul mundur dan menewaskan puluhan tentara Belanda,tahun itu merupakan  tahun dimulainya pertempuran hulubalang alam Kerinci dengan prajurit Penjajah Belanda
Alam Kerinci setelah diduduki Belanda tahun 1903 digabungkan dengan Sumatera Barat,,baru pada tahun 1906,daerah Kerinci digabungkan dengan  daerah Kerinci menjadi satu “gewest” dipimpin oleh seorang Residen
Residen pertama yang memerintah daerah Jambi ialah OI,Relfrich, sesuai denganKeputusan Kerajaan Belanda 1 Februari 1906 nomor 54,dan keputusan Gubernemen 4 Mei 1906 nomor 19,Jambi menjadi gewest dan keputusan gubernemen  20 Mei 1906 perihal pengangkatan O.i Relfrich sebagai Residen Jambi.
Residen dalam menjalankan pemerintahan sehari hari dibantu oleh jawatan jawatan pusat yang ada di daerah seperti jawatan pekerjaan umum\, (openbare werken) dan jawatan pertanian dan perikanan (landbow en visserijk).
Pembagian wilayah diatur sebagai berikut: Keresidenan (gewest)Jambi dibagi atas beberapa  daerah yang disebut Afdeling,yang dibagi pula menjadi onder afdeling.Penyelenggaraan pemerintahan atas afdeeling di selenggarakan oleh Kontelir. Di Jambi terdapat 7 afdeeling yakni Muara Tembesi, Muaro Tebo,Muaro Bungo,Bangko dan Kerinci.
Berdasarkan Staatsblat 1912,nomor 796 juncto 1922 Kerinci dikembalikan ke Sumatera Barat.Pada  tahun tahun pertama Jambi  menjadi gewest, Residen Jambi pernah mengangkat dua orang asisten Resinden yakni Bebrech  berkedudukan di Jambi dan Van den Boor berkedudukan di Bangko, pada tahun tahun berikutnya di daerah daerah hanya ada Kontelir-kontelir atasan Demang,Asisten Demang, Mendapo yang dijabat oleh   kalangan rakyat pribumi.
Catatan yang dikutip dari” Mededeelingen van het Bureu voor de Besteur van het Buitenbeziitingan Encylopaedea Bureu” ( Batavia: NV “Papyrus “, 1915,hlm 67).Mengemukan menurut data  pada tahun 1915 jumlah penduduk di alam Kerinci  baru berjumlah 59.886 jiwa dengan rincian 16.489 jiwa Laki laki dan 18.626 jiwa wanita. Dan 24.772 jiwa anak anak.pada waktu itu dusun yang terpadat penduduknya di alam Kernci adalah dusun Semurup 11.719 jiwa.diikuti Sandaran Agung 7.326 jiwa dan dusun Sungai Penuh 6.479 jiwa.
                 Pada tahun1912 penduduk alam Kerinci mengalami peningkatan, hal ini disebabkan pada tahun itu Pemerintahan Belanda yang berkuasa di Indonesia mendatangkan orang orang suku Jawa untuk dipekerjakan pada perkebunan “Teh Kayoe Aro“dan perkebunan Kopi di Batang Merangin – Tamiai  sebagai pekerja /kuli kontrak.
Pada  tahun yang sama dan 2 tahun setelah itu jumlah Penduduk di alam Kerinci semakin meningkat, Kerajaan Belanda menempatkan pegawai pegawainya Pada tahun 1915 tercatat beberapa orang kulit putih dan sekitar 80 orang keturunan Cina, pada tahun 1930 jumlah penduduk terus meningkat, terdapat  161 orang Eropah, 974 orang Cina dan 55 orang Timur asing lainnya, dan total jumlah penduduk di alam Kerinci pada tahun 1930 telah mencapai 91.759.jiwa.
Di alam Kerinci  pada awalnya  Belanda  menempatkan  seorang  pejabat kulit putih di Sungai Penuh  yakni seorang Kontrolir  atau tuan Kumandur dan sebagian besar serdadu belanda merupakan serdadu bayaran yang didatangkan dari luar Sumatera,
               Pada awalnya pada masa pemerintahan Belanda,Kerinci merupakan sebuah daerah otonom, tidak masuk ke Jambi dan tidak masuk ke Sumatera Barat, baru sejak tahun 1921 Kerinci digabungkan dengan Sumatera Barat dan ini berlansung sampai tahun 1958 Dalam masa yang cukup panjang itu suatu kewajaran jika masyarakat Kerinci berkiblat Ke Sumatera Barat terutama untuk masalah ekonomi dan pendidikan, meski secara sejarah nenek moyang berasal dari puak yang berbeda, namun tradisi,sistim sosial maupun tradisi ke Islamannya memiliki banyak kesamaan.
Sebuah catatan sejarah  menyebutkan bahwa seorang tokoh pejuang dan Komandan laskar rakyat di daerah Bangko dan Bungo-Tebo Pangeran H.Umar dikenal sebagai sosok pejuang yang gigih dan pantang menyerah, karena terdesak oleh Belanda,Pangeran H.Umar mundur ke Tanah Tumbuh dan melanjutkan perjalanan ke daerah pungut daerah Kerinci
              Bersama Pangeran Mudo dan beberapa hulubalang dan sejumlah  para pemuda dari Siulak  disatukan untuk menghadapi serangan  dan mengusir serdadu Belanda dari alam Kerinci.kebiasaan para pejuang kelompok Pangeran H.Umar dan  Pangeran Mudo melakukan taktik perang Gerilya dimalam hari, di daerah Siulak pasukan gerilya berhasil mencegat dan menewaskan  9 orang serdadu Belanda, keberanian Pangeran H.Umar dan pejuang pejuang yang dipimpinnya mengundang simpatik dari para pejuang  pejuang Kerinci lainnya, dan para pejuang pejuang itu bergabung untuk menambah kekuatan pejuang ini.
               Dilain pihak penjajah Belanda  merasa cemas dan gerah melihat sepak terjang dan perlawanan yang dilakukan  kelompok pejuang  Pangeran H.Umar dan Pangeran Mudo. Dengan taktik licik Belanda berkali kali berusaha untuk menangkap Pangeran H.Umar dan Pangeran Mudo, namun niat busuk Belanda tidak dapat terwujud, akhirnya Belanda mengeluarkan sebuah keputusan yang intinya melarang rakyatuntuk membantu perjuangan Pangeran H.Umar, bahkan Belanda member  hukuman kepada rakyat  jika di dusun mereka terjadi  perlawanan yang dilakukan H.Umar ,maka Belanda akan menghukum rakyat tak berdosa dengan menjatuhkan denda yang sangat memberatkan rakyat.
             Beberapa dusun yang dijadikan basis perlawanan  pasukan Pangeran H.Umar seperti Dusun Siulak Kecil  pernah membayar  denda kepada Belanda berupa  11  Ekor  kerbau, di Siulak Mukai di denda 11   ekor kerbau, di Semurup F.1.200. Dusun Sungai Abu F15.000. Dusun Jujun F.1.200.dan sejumnlah dusun dusun lainnya, besarnya denda tergantung dengan ketugian yang diderita Belanda saat melakukan peperangan dengan para pejuang kelompok Pangeran H.Umar,Cs..
               Melihat penderitaan yang dialami oleh rakyat tidak berdosa,seorang Tokoh masyarakat di Dusun Baru-Sungai Penuh H.Bakri gelar Depati Simpan Negeri mendatangi sejumlah tokoh tokoh masyarakat di daerah Kemendapoan Semurup dan Depati VII, H.Bakri pada waktu itu mengemukakan  kepada para tokoh tokoh masyarakat agar tidak usah lagi melakukan perlawanan  terhadap Belanda secara pisik dan  terang terangan, hal ini mengingat kondisi persenjataan yang dimiliki Belanda yang lengkap dan memiliki serdadu yang banyak, jika terus dilakukan perlawanan maka rakyat tak berdosalah yang paling menderita.
Nasehat H.Bakri Depati Simpan Negeri  dapat diterima oleh para hulubalang hulubalang,dan beberapa utusan hulubalang ( tahun 1906) menyampaikan kepada H.Umar yang tengah melakukan pertempuran dengan Belanda di daerah Pungut.Setelah menerima utusan hulubalang menyampaikan pesan tokoh tokoh masyarakat, maka Pangeran H.Umar menghentikan perlawanannya dan menghindar ke daerahnya.di lain pihak seluruh daerah Jambi telah diduduki dan di kuasai Belanda, sedangkan Pangeran H.Umar bersikukuh tetap melanjutkana perjuangan dan tidak mau menyerah kepada Belanda, saat melakukan pertempuran dengan Belanda seorang putrinya ikut gugur dalam medan pertempuran di Pungut. Dan akhirnya secara diam diam Pangeran H.Umar menyeberang ke Singapura dan Malaya.
Pihak Belanda yang tidak tahu kepergian  H.Umar  terus memburu H. Umar,dan untuk menutupi jejak H.Umar maka  H.Bakri  rakyat dan hulubalang meng isukan bahwa H.Umar telah tewas dalam pertempuran,Laporan perwakilan pemerintah Belanda di Kerinci melaporkan ke Jambi bahwa H.Umar telah Tewas, sejak kepergian H.Umar ke luar negeri maka secara umum pertempuran pejuang Kerinci dengan Belanda berangsur surut,perlawanan  rakyat secara politis tahun 1907 berakhir, selama 6 tahun para pejuang berjuang hidup  mati  mempertahankan dan mengusir Imprealis Belanda Sejak alam Kerinci berhasil di duduki Belanda, penderitaan rakyat alam Kerinci sangat berat, Belanda yang dikenal sebagai bangsa penjajah dalam aksinya selalu mencekik rakyat dan membuat penderitaan yang berkepanjangan.Melihat penderitaan rakyat yang semakin berat,

Pada masa Agresi di Kabupaten Kerinci dikenal seorang Tokoh Pejuang  dan gerilyawan Kapten Muradi Pemimpin Gerilya, dalam sebuah catatan harian yang di tulis oleh Kapten Muradi menyebutkan bagaimana Muradi menyusun strategi gerilya melawan Belanda, Muradi pada waktu itu dipercaya  menjadi Komandan Gerilya Kerinci dan  Letnan Alamsyah sebagai wakil komandan gerilya.
Dalam sebuah lembaran catatan hariannya Kapten Muradi mengemukakan bahwa Kolonial Belanda pada tanggal 24 April 1949,Dua bulan kemudian penguasa militer membentuk pemerintahan darurat dan mengangkat Muradi  sebagai pimpinan dan Alamsyah sebagai wakilnya.Keputusan itu juga mengangkat Ali Umar sebagai Wedana Militer dan mengangkat tiga camat militer atau camat perang masing masing untuk Kerinci Hulu dijanat Alamsyah,Kerinci Tengah Depati Idris ,Kerinci Hilir H.Usman Jamal dan Kayu Aro Riman, selain itu juga diangkat 10 wali perang.
Marman Tokoh Masyarakat Pungut dan Aswardi Tokoh Muda Pungut menyebutkan bahwa berdasarkan  Informasi yang di tuturkan sejumlah tokoh Pejuang dan Veteran Pejuang Kerinci menyebutkan bahwa Kapten Muradi adalah seorang tokoh pejuang dan seorang Gerilyawan yang sangat ditakuti oleh Belanda, Beliau seorang pemimpin  yang memiliki watak tegas.
Muradi dikenal gigih dalam  menyusun satu strategi perang gerilya, beliau  seorang tokoh pejuang gerilya  yang handal dan memiliki kepribadian dan disiplin yang tinggi dan disegani oleh para pejuang  dan gerilyawan  yang ada di alam Kerinci, menariknya  Kapten Muradi sangat pandai menyamar,pihak militer Belanda sering terkecoh dengan penyamaran yang dilakukanoleh Kapte Muradi, saat melakukan gerilya dan bersembunyi di dusun beliau selalu dilindungi rakyat dan rakyat sangat bersimpati terhadap Kapten Muradi, Tokoh Gerilyawan paling di takuti dan di cari cari oleh Serdadu Belanda dan Kapten Muradi seorang gerilyawan dan pejuang yang berjuang tanpa pamrih,karena sikap keteladan dan ketulusan hati dalam berjuang inilah yang rakyat di alam Kerinci senantiasa melindungi dan merahasiakan tempat persembunyian Kapten Muradi.
Di masa lalu  di alam Kerinci dikenal sebuah dusun yang berada  jauh dari keramaian dan merupakan dusun paling sulit untuk dijangkau ,dusun Pungut merupakan sebuah dusun terpencil yang berada di wilayah Timur Kecamatan Air Hangat di kenal sebagai dusun terpencil yang sangat sulit untuk di jangkau pada masa itu.
Untuk mencapai dusun Pungut para gerilyawan harus menempuh hutan belantara yang lebat dan di huni  ratusan  margasatwa  termasuk berbagai satwa liar dan buas seperti,Gajah  Harimau,Beruang dan puluhan jenis ular berbisa. Kondisi daerah Pungut pada masa itu benar benar dijadian sebagai  daerah persembunyian pejuang yang sangat sulit untuk ditempuh oleh para serdadu kolonial.
Pengamatan penulis  selama dua hari  pada  awal  Januari 2016 kondisi kawasan Pungut  memang sebuah wilayah yang sangat sulit di jangkau pada masa itu, Hutan yang lebat yang di lindungi berlapis lapis bukit dengan dinding jurang yang terjal dan lembah yang luas sangat menguntungkan bagi para Gerilyawan untuk bertahan dari serangan musuh.
Marman Tokoh Masyarakat Pungut dan dan  dan dan Aswardi Tokoh Muda dan Sekretaris Desa Pungut Hilir  kepada penulis  mengemukakan, pada masa agresi fisik daerah Hutan Rimba Raya di Pungut dikenal sebagai  basis pertahanan para gerilyawan  dan Pejuang di alam Kerinci.
Di Pungut Hilir tercatat  puluhan rakyat yang ikut membantu perjuangan kapten Muradi dan kawan kawan, diantara  veteran dan pelaku sejarah tercatat  nama H.Harun dan salah seorang gerilyawan asal pungut M.Gano gugur saat berhadapan dengan  serdadu Belanda.
Pada tanggal 17 Agustus 1949 seorang Pejuang dan tokoh gerilyawan  yakni Usman Khalid  tewas di berondong peluru yang di muntahkan dari senapan serdadu Belanda. Pada waktu itu rombongan yang terdiri dari Usman Khalid,Kamaruddin dan sejumlah gerilyawan kembali dari desa Pungut, pada pagi hari para gerilyawan termasuk Usman Khalid melakukan penaikkan Bendera merah putih bersama masyarakat Pungut, pada masa itu hanya ada 1 dusun yakni dusun Pungut.
Diantara pelaku sejarah yang melakukan penaikkan bendera merah putih di Pungut tercatat antara lain beberapa nama yakni St.M.Rum. Setelah melakukan pengibaran Bendera Merah Putih di  dusun Pungut yang saat itu masih menjadi Kawasan hutan rimba  raya, para pejuang/gerilyawan termasuk Usman Khalid  melanjutkan perjalanan ke Sungai Tutung, tanpa di duga sebelumnya sejumlah mata mata Belanda  mengintip perjalanan Usman Khalid dan kawan kawan.
Saat akan memasuki pintu lawan di Dusun Sungai Tutung, Usman Khalid dan para gerilyawan  yang  satu rombongan  di cegat oleh Serdadu Belanda., Deru Senapan Mesin di berondong oleh serdadu Belanda  ke arah para Gerilyawan Kerinci, dan dalam penyerangan yang terkesan  mendadak itu Usman Khalid Gugur di  berondong  senjata serdadu Belanda.
Para Gerilyawan yang tinggal  sempat membalas tembakan serdadu  Belanda  sambil  menghindar dan berpencar menyelamatkan diri, Disamping menewaskan  Usman Khalid, Belanda berhasil  menangkap para pejuang  , diantara para pejuang yang ditangkap itu tercatat nama Muhamad Nur, Timbang Rapat,Jaafar Ludin san Rahim dari Sungai Deras.
Pada waktu berikutnya yakni tanggal 15 Oktober 1949  terjadi lagi  pertempuran yang menewaskan Kamarudin,Jakfar dan  etek  Sima, selain itu puluhan pejuahg dan gerilyawan  berhasil di tangkap oleh Belanda, diantara pejuang dan gerilyawan yang di tangkap oleh pihak serdadu  Belanda tercatat  antara lain Tk Hasan,A.Rahman, Ismail Majid,Miftah Yunus,H. Abas,Azhari Thaib,para  pejuang  ini di tahan di Sungai Penuh.
Selain itu juga di tangkap dan dilakukan penahanan terhadap pejuang Kiai Bungka,Muhamad Yasin dan Uar Thaha yang di tahan di Siulak Gedang.,Para tawanan Belanda itu di tahan  ,dan selama 3 hari disiksa agar mereka mau  menunjukkan tempat persembunyian para Gerilyawan
Fakta Sejarah  menyebutan bahwa  pada saat Letnan Muradi berserta pasukannya di kepung oleh serdadu Belanda di dalam sebuah kawasan perladangan di  daerah Koto Payang tanggal 15-16 Oktober 1949  Belanda  dengan membabi buta  menembak para gerilyawan, akibat peristiwa itu 3 orang gerilyawan /pejuang gugur di persada pertiwi, ketika orang gerilyawan yang gugur itu ialah Serma Jafak, Kopral Kamarudin dan Srikandi Kerinci Etek Sima yang berasal dari Sumatera Barat, dan pada peristiwa berdaarah itu Letnan Muradi berhasil lolos dan selamat,namun sebagian dokumen yang dipegang oleh Serma Jafar dapat di sitia oleh  pihak Belanda, diantara berkas penting yang di sita oleh Belanda ialah buku stambuk  daftar nama nama pegikut /gerilyawan sebanyak 184 orang.
Keeseokan harinya serdadu Belanda  melakukan operasi penangkapan secara besar besarn, puluhan gerilyawan dan tokoh pejuanh alam Kerinci di tangkap dan di tahan oleh Belanda di Penjara Sungai Penuh, diantara pejuang yang di tangkap itu ialah Miftah Yunus,H.Idris Jamil,Azhari Thain.T.H.Muhamad Rum,H.Abas, para pejuang yang ditangkap oleh serdadu Belanda secara keji di siksa agar  mau menyebutkan  tempat persembunyian para gerilyawan,para pejuang  yang di tahan  disiksa dan dilecut dengan cemeti dari ekor ikan pari, para pejuang di azab secara tidak berperi kemanusian, bahkan Miftah Yunus di azab dengan di sundut  api puntung rokok,kedua tangannya dengan kaki kursi yang di duduki oleh serdadu Belanda,  bahkan seorang pejuanhg seperti Abu Karim di tanam di dalam tanah  hingga sebatas leher.
Untuk  mengenang  jasa dan perjuangan para Pahwan,  pada  tahun 1977 dimasa pemerintahan Bupati H.Rusdi  Sayuti,BA dan Dandim 0417 Kerinci d Jabat oleh Letnan Kolonel Ali Sofi telah di bangun sebuah Munomen di Pungut Hilir, Munumen yang di tanda tangani oleh kedua tokoh Kerinci  pada masa itu higga saat ini  masih dapat di saksikan dalam kondisi rusak dan tidak terawat,sejumlah kata kata dalam tulisan saat ini tidak lagi dapat di baca.
Menurut  Marman dan  Aswardi warga  Puungut saat ini kawasan Pungut yang terdiri dari Desa Pungut Mudik,Pungut  Tengah dan Pungut Hiir sejak era Bupati H.Rusdi Sayuti dan Dandim Letkol Ali Sofi telah mulai terbuka, secara perlahan isolasi pisik terhadap 3 desa  di Pungut telah berangsur membaik, dan pada dekade Pemerintahan H.Fauzi Siin Puugut telah menikmati Jalan aspal dan penerangan Listik PLN, belakangan karena kurang terawat jalan dari dan menuju ke Pungut termasuk Jembatan saat ini kembali rusak parah .
Sejumlah Tokoh masyarakat 3 desa Pungut berharap agar Bupati Kerinci DR.H.Adirozal.M.Si untuk memperhatikan daerah pungut dan membangun kembali jalan   ke Pungut yang saat ini  mengalami kerusakan yang sangat parah .
Selain itu  warga berharap agar  Pihak SKPD Terkait seperti Dinas Sosnakertrans  dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kerinci untuk membangun kembali Munumen perjuangan yang berad di Pungut Mudik yang saat ini dalam kondisi rusak berat dan tidak terurus(BJ-Rita)

Posting Komentar Blogger

 
Top