Sungai Penuh , Bumi Sakti Alam Kerinci yang saat ini terdiri dari dua daerah otonum Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh memiliki Kebudayaan dan Peradaban yang tingggi ,dan Masyarakat adat Suku Kerinci yang mendiami Lembah alam Kerinci oleh para peneliti disebutkan sebagai salah satu tertua yang ada di dunia,dan keberadaannya lebih tua dari Suku Inka yang ada di Amerika, beberapa artefak menunjukkan bahwa orang suku Kerinci telah menempuh beberapa episode zaman mulai dari zaman Purba hingga masa kini.
Hal ini disampaikan Saidina Muas,S.Pd.M.Si Pemerhati Budaya Kerinci dan Kepala SMA.Negeri 6 Kerinci saat melakukan dialog di ruang kerjanya Senin . berdasarkan hasil penelitian dan temuan para ahli dari berbagai negara dan sejumlah pakar dari sejumlah Perguruaan Tinggi di tanah air menyebutkan bahwa mengatakan penduduk Kerinci termasuk kelompok etnik melayu tertua di dunia. Daerah ini dalam konstelasi sejarah peradaban dan kebudayaan Indonesia dikenal sebagai negeri yang memiliki peradaban dan kebudayaan yang sangat tua.
Bumi alam Kerinci merupakan kawasan Puncak Andalas Pulau Sumatera yang dikeliling Hutan Perawan yang menyimpan beraneka ragam Flora Fauna termasuk Plasma Nutfah, bahkan di alam Kerinci terdapat jenis Flora/tanaman langka yang hanya bisa tumbuh di sebuah kawasan yakni Pohon Kayu Sigi yang hanya terdapat di kawasan Pungut
Pohon Kayu Sigi merupakan sejenis pohon vinus yang hanya bisa hidup dan tumbuh subur di kawasan Pungut Mudik,Tengah dan Pungut Hilir dan dalam kondisi yang basah jenis kayu ini yang dengan mudah dapat terbakar, dan jenis kayu ini menurut penelitian para ahli hanya bisa hidup di kawasan desa Pungut Kabupaten Kerinci dan Bumi Sakti Alam Kerinci dikelilingi oleh Hutan Tropis Taman Nasional Kerinci Seblat yang masih sangat asri”kata Saidina Muas,M.Si”
Memperhatikan legenda sejarah yang berkembang selama ini, nama Kerinci berasal dari kata kering dan cair. Kondisi Ini memang benar adanya karena ramalan cuaca kadang tidak cocok curah hujan tidak teratur hingga tidak bisa memastikan. Dibagian lain kata Kerinci ini ada yang memberi prediksi kata ci-ci yang artinya anak kunci. Dalam sejarah Tiang Bungkuk Panduko Rajo berasal dari Cina, Kunci ini pembuka rahasia Kerinci dan anak kunci ini hilang diwilayah Keliling Danau.
Seorang ilmuawan Amerika, E. Edward Mc Kinnon berpendapat bahwa kata Kerinci berasal dari bahasa Tamil “Kurinci” yang bermakna daerah yang bergunung-gunung atau daerah yang jauh dan bergunung. Ilmuawan Amerika itu menyimpulkan bahwa orang-orang Tamil pada awal abad masehi telah datang berdagang ke Jambi membeli kemenyan yang di datangkan dari daerah yang jauh diatas gunung yakni Kurinci, kebenaran sejarah cerita ini masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Lebih lanjut Saidina Muas,M.Si Pemerhati Budaya Kerinci dan Alumni Pasca Sarjana Universitas Malaya-Malaysia mengemukakan bahwa dilingkungan masyarakat adat suku Kerinci hingga saat ini masih tersimpan beberapa benda pusaka dan memiliki tulisan.aksara yang pada umumnya di temukan pada media tanduk Kerbau.Tanduk Kambing , ruas buluh dan media tulang dan tapak gajah yang pada intinya menceritakan tentang asal usul atau silisilah ,adat Istiadat dan Batas Wilayah termasuk sastra Kerinci ,Selain itu bangsa melayu tua lebih senang didataran tinggi yang pada umumnya adalah rakyat pegunungan
Diantara Wilayah Adat yang masih menyimpan dan merawat Benda Pusaka dapat kita saksikan di wilayah adat Tigo Luhah Tanjung Tanah yang masih menyimpan Naskah Melayu Tertua di Dunia atau lebih dikenal dengan Undang Undang Tanjung Tanah yang di simpan di rumah Gedang Depati Talam Tuo, dan masyarakat Suku Kerinci juga memiliki aksara kuno yang disebut aksara Incung yang di tulis di atas tanduk,ruas buluh da di sejumlah media lain dan ini menunjukkan bahwa nenek moyang orang suku Krinci telah cerdas, dan sejak masa lalu nenek moyang orang suku Kerinci telah memiliki sistim pembagian warisan yang telah ada sejak ratusan tahun yang lampau dan dengan hadirnya sistem dan cara pembagian waris itu menunjukan mereka telah menanamkan asas-asas pengamanan yaitu secara preventif, untuk mencegah dan menghindari timbulnya hal-hal yang kurang baik bagi anak cucunya dikemudian hari”Ujar Saidina Muas,M.Si”
Ditempat terpisah Erwadi Fandri,SH, Wakil Kepala SMA Negeri 6 dan Tokoh Muda Tanjung Tanah Kecamatan Danau Kerinci menyebutkan sebagai orang keturunan Suku Kerinci yang lahir dan dibesarkan di Ranouh Alam Kincai kita semestinya harus merasa bangga karena para leluhur/nenek moyang kita telah mewariskan Kebudayaan dan Peradaban termasuk adat yang tiada ternilai kepada kita selaku generasi penerus
Berdasarkan catatan yang pernah kita baca dari sejumlah literatur disebutkan bahwa pada awalnya suku bangsa Kerinci pernah menganut sistim kekeluargaan yang tertua di dunia, yaitu sistim keibuaan (Materilineal). Kemudian menganut sistim kekeluargaan bersegi dua (Parental) yang lebih berperi kemanusiaan.
Dari perkakas yang ditinggalkan, benda-benda bersejarah/prasejarah yang ditingalkan itu dapat diketahui tingkat kecerdasannya. Mengenai tipe manusia penghuni alam Kerinci sepanjang bukti yang ditemui menunjukan suku bangsa Kerinci bertipe melayu tua (Proto Malayers) atau termasuk induk (ras) tertua.”Kata Erwadi Fandri,SH”
Para Peneliti dalam dan luar negeri menyebutkan bahwa bukti bukti peninggalan sejarah menununjukkan di masa lalu di Pulau Perca (Sumatera) orang suku Kerinci telah memiliki perkakas berupa Kapak Genggam,flakes obsidian disebut mikrolith dan batu permata yang indah dan bukti serupa ditemukan juga didataran tinggi Asia Tenggara, tempatnya menurut Prof. Kern adalah di Tonkin dan menurut V.H. Golden berasal dari Yunan, menjelaskan ada hubungan Kebudayaan Kerinci dengan dataran tinggi Asia Tenggara.
Dari berbagai sumber menunjukkan bahwa sejulah bukti-bukti ditemukan itu dibenarkan oleh Dr. Bener Bron serjana kesenian berkebangsaan Amerika dalam penelitiannya tahun 1973 bahkan beliau berkata Kerinci sudah terkenal didunia. Karena bukti sejarahnya yang tua kemudian diperkuat pula oleh hasil penelitian Mr. Bill Watson sarjana kebangsaan Inggris dalam penelitian tahun 1975.
Buhari Rio Temenggung Budayawan Kerinci /Penerima Anugerah Kebudayaan Tingkat Nasional dalam diskusi budaya di baheoun Buloeh bersama Sulaiman,S.Sn Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang,Putri Yatna Sari Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang dan Nurul Anggraini Pratiwi Mahasiswi STKS Bandung mengemukakan bahwa berdasarkan bukti bukti yang ditemukan dan hasil penelitian yang dilakukan sejumlah ilmuawan menyimpulkan di lihat dari segi antropologi fisik adalah Melayu Tua, Sedangkan bukti kebudayaan menurut antroplogi budaya mereka telah melalui zaman Mezolitikum (Zaman batu Menengah) yang diperkirakan 400 tahun sebelum nabi Isa.
Pada zaman Neolitikum (zaman batu baru) nenek moyang suku bangsa Kerinci sudah bertempat tinggal tetap, tetapi tidak lagi mengumpulkan makanan (Food Gathering) tapi sudah menghasilkan makanan (Food Produkting) artinya sudah bercocok tanam dan beternak.
Pada tahun 2003 ditemukan pula di Gunung Raya Sungai Hangat berupa artefak, fragmentaris, ekofak dan dinasti Cina terdiri dari gerabah keramik Cina dan obsidian, batu asahan, manik-manik, pisau kecil, batu bulat, ekofak terdiri rahang gajah dan tanduk rusa. Demikian juga di Tamiai terdapat artefak berupa batu patah sebelah utara dengan ukuran 2,27 meter x 1,5 meter dan makam kuno dengan panjang arah barat timur 125 meter.
Para peneliti dan budayawan menyebutkan, hamparan luas renah alam Kerinci merupakan bagian pusat alam Melayu, menurut Antoni J. Whtten kawasan alam Kerinci telah didiami manusia semenjak 10.000 tahun SM. Hasil penelitian dan catatan sejarah menyebutkan, kelompok manusia yang pertama kali datang ke alam Kerinci disebut dengan nama ” Kecik Wok Gedang Wok ”.Kelompok ini menurut pakar di duga kuat merupakan manusia pertama yang mendiami pulau Sumatera, penyebutan Kecik Wok Gedang Wok diberikan karena kelompok manusia ini belum memiliki nama panggilan diantara sesama mereka, mereka bertegur sapa dengan sebutan Wok.
Peneliti asal Amerika Serikat yang melakukan penelitian pada tahun 1973 bersama tim Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional menyebutkan suku bangsa Kerinci lebih tua dibandingkan dari suku bangsa INKA (Indian) di Amerika. Salah satu bukti adalah tentang manusia Kecik Wok Gedang Wok yang belum memiliki nama panggilan secara individu, sedangkan bangsa/suku Indian telah memiliki nama seperti Big Buffalo (Kerbau Besar) Little Fire (Api Kecil).
Para ahli arkeologi menyatakan manusia Homo Sapiens telah menghuni alam melayu sejak 35.000 tahun yang silam. Kelompok manusia ini dapat di golongkan dalam ras dan rumpun Melayu Polinesia, mencermati pendapat ahli Arkeologi maka di duga manusia yang masuk ke alam Kerinci termasuk ke dalam rumpun Melayu Polinesia.
Pendapat DR. Bennet Bronson yang menyebutkan manusia Kecik Wok Gedang Wok telah ada jauh sebelum kedatangan gelombang perpindahan suku-suku bangsa dari Asia Tenggara ke Indonesia sangat beralasan. Salah satu daerah pedalaman yang dimasuki ras proto melayu temasuk alam Kerinci yang daerahnya telah didiami manusia Kecik Wok Gedang Wok.
Dalam perkembangannya, kedua komonitas ini telah terjadi percampuran darah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang Kerinci, dan seiring dengan perkembangan keturunan nenek moyang orang Kerinci membuat pusat-pusat pemukiman yang tersebar di sejumlah pelosok alam Kerinci. Menurut sejarahwan dan ahli arkeologi sebelum abad masehi telah tumbuh dan berkembang pemukiman yang didiami manusia.
Pesatnya perkembangan manusia telah melahirkan banyak kantong kantong pemukiman, kantong pemukiman menjadi negeri dan kemudian negeri-negeri ini memiliki sistim tata pemerintahan yang mengatur tata kehidupan masyarakat pada saat itu.
Berdasarkan catatan sejarah, pada masa lampau di Kerinci terdapat 3 sistim pemerintahan yang berdaulat dan mengayungi masyarakat dan negeri.
Ketiga pemerintahan itu ialah pemerintahan KOYING atau kerajaan negeri Koying, pemerintahan berikutnya disebut dengan pemerintahan Segindo atau negara Segindo alam Kerinci dan pemerintahan selanjutnya dikenal dengan nama pemerintahan Depati atau Negara Depati Empat Alam Kerinci. Bentuk dan struktur pemerintahan ke depatian ini terus berlanjut sampai masuknya pengaruh Islam di alam Kerinci. Sebaliknya hubungan Minangkabau meninggalkan pengaruh didalam adat Kerinci terutama gelar yang disandang pemuka adat daerah dan dusun tertentu seperti gelar Datuk dan Pemuncak.
Pada masa awal Islam Kerajaan Melayu Jambi maupun Kerajaan Pagaruyung-Minangkabau, berebut pengaruh terhadap kerajaan Depati IV Kerinci yang di kemudian hari banyak memberikan pengaruh dan konstribusi terhadap kebudayaan Kerinci. Di dalam adat Kerinci dikenal pepatah yang berbunyi ”Undang dateang dari Minangkabau, batalei galeh, Telitai dateang dari Jamboi batajeak satang” maksudnya aturan adat datang dari Minangkabau, sedangkan tata pemerintahan datang dari Jambi.
Sebaliknya, sebelum datangnya pengaruh dari luar masyarakat suku Kerinci telah mengembangkan kebudayaannya sendiri termasuk dalam sistim kepercayaan, berbagai artefak tinggalan masa purba terutama peninggalan artefak masa megalithikum berupa batu besar yang di gunakan sebagai media pemujaan dapat disaksikan hinggga saat ini diwilayah bagian selatan alam Kerinci khususnya di wilayah sekitar Danau Kerinci, Lolo, Lempur, Pulau Tengah, Kumun dan di sejumlah pemukiman pemukiman tua yang ada di seluruh penjuru alam Kerinci.
Dari beragam jenis artefak peninggalan nenek moyang suku Kerinci dapat kita ketahui bahwa nenek moyang orang suku Kerinci sejak ribuan tahun yang lampau telah mengembangkan sistim kepercayaan animisme dan dinamisme di wilayah ini dengan berbagai bentuk upacara pemujaan. Dalam kepercayaan purba yang dianut oleh masyarakat suku Kerinci mereka sangat menghormati dan memuja roh-roh nenek moyang serta kekuatan alam, bagi masyarakat suku Kerinci roh-roh nenek moyang disamping sangat mereka hormati juga mereka takuti.
Untuk melindungi dan menjaga keselamatan diri mereka masing-masing atau kelompok masyarakat di lingkungannya mereka mengadakan serangkaian acara ritual pemujaan yang melibatkan segenap masyarakat yang ada di dalam kelompok persekutuan adat di wilayah pemukiman mereka masing-masing dan dalam tradisi kepercayaan tersebut masyarakat suku Kerinci juga menampilkan beragam cabang seni dan budaya yang mereka miliki seperti musik, tari, sastra dan seni rupa.
Dari rangkuman catatan yang diperoleh menyebutkan bahwa sejumlah catatan-catatan yang ada di dalam tambo suku Kerinci dijelaskan bahwa musik dalam hal ini lagu sangat memegang peranan peting dalam setiap kegiatan ritual dan pemujaan, hal ini disebabkan karena syair pemujaan, mantra dan ratapan (ratak) disampaikan dalam bentuk lantunan syair yang dilagukan.
Salah satu contoh tradisi nenek moyang suku Kerinci di masa lalu ialah pada saat acara penguburan. Mayat di arak kepemakaman di iiringi dengan musik berupa gong, gendang serta tauh dan ratapan tangis yang di nyanyikan.
Fakta sejarah dan artefak-artefak kebudayaan yang ada di alam Kerinci telah menunjukkan bahwa suku Kerinci telah mengalami fase Megalithikum, Neolitikum, masa Animisme, masa Hindu dan Budha (Pra Islam).
Masuknya agama Islam ke alam Kerinci membawa warna dan perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat di alam Kerinci. Kedatangan para pedagang dan siyak yang di mulai sekitar abad ke 13 dan pertumbuhan perkembangan Islam semakin pesat mulai dirasakan pada paruh abad ke 15 atau pada awal abad ke 16 membawa perubahan dalam sistim religi dan sistim sosial masyarakat alam Kerinci.
Perkembangan Islam di alam Kerinci semakin berkembang pesat pada tahun 1727 - 1833 dengan datangnya surat-surat dari Sultan Jambi Pangeran Surakarta yang intinya sang Sultan menyuruh orang Kerinci agar mengeraskan hukum syarak di dalam tanah Kerinci dengan memperhatikan empat perkara.
Pertama jikalau kematian jangan diarak dengan gendang, gong, serunai dan bedil. Kedua jangan laki-laki bercampur dengan perempuan bertauh, nyanyi dan jangan bersalah dan memuja hantu, syetan dan batu, kayu dan barang sebagainya dan ketiga jangan menikahkan perempuan dengan tiada walinya”.
Perkara ke empat rupanya terlupakan dan menyusul pada piagam yang satu lagi, yang dikeluarkan pada hari yang sama dan hampir sama bunyinya.
Keempat jangan makan minum yang haram dan barang sebagainya dari pada segala yang tiada di haruskan syarak, Hubaya-hubaya jangan dikerjakan.
Seruan agar menghentikan kebiasaan seperti bersabung, minum tuak dan arak juga terdapat di naskah (tidak bertanggal). Dalam surat Pangeran Sukarta tertanggal 21 – 7 - 1778 terdapat himbauan kepada Depati yang bunyinya:
“Mufakatlah kamu dengan segala…… yang didalam alam Kerinci mendirikan agama Rasul Allah sallahhu’allaihi wassalam, dan sebole bolehnya buangkan kamu barang yang mungkir (…………) Adalah umur dunia ini tiadalah akan berapa lama lagi, sebaik baiknya kamu dirikan agama yang sebenarnya”.
Mayoritas penduduk suku Kerinci yang mendiami lembah alam Kerinci merupakan penutur bahasa Kerinci, dari total jumlah penduduk yang mendiami alam Kerinci yang mencapai 450.000 orang secara tradisional dimasa lalu terbagi dalam 8 Kemendapoan dan 3 pemuncak, kemendapoan dan pemuncak terbagi pula atas dusun-dusun.
Meski masyarakat suku Kerinci memiliki bahasa ibu yang disebut bahasa Kerinci, uniknya di alam Kerinci hingga saat ini terdapat 170 dialeg atau logat bahasa Kerinci, beragamnya dialeg tersebut mempengaruhi pula ungkapan budaya mereka terutama dalam bentuk sastra dan syair lagu.
Masa kini alam Kerinci yang terdiri dua daerah otonum Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh memiliki jejak peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi dan potensi sumber daya alam yang ada di alam Kerinci merupakan sebuah anugerah yang diberikan Tuhan kepada masyarakat yang mendiami kawasan Puncak Andalas Pulau Sumatera.
Berbagai peninggalan sejarah kebudayaan dan potensi pariwisata tersebar diseluruh penjuru alam Kerinci, mulai dari kaki Gunung Kerinci hingga Penetai Kecamatan Batang Merangin sebagian potensi tersebut telah digali dan ditumbuh kembangkan, akan tetapi masih banyak potensi kebudayaan dan pariwisata yang belum terjamah.
Menurut Saidina Muas,S.Pd,M.Si saat ini banyak generasi muda yang tidak memahami adat dan kebudayaan suku Kerinci secara utuh, minimnya buku buku bacaan yang berkaitan dengan adat /Kebudayaan suku Kerinci merupakan faktor yang menjadi penghambat,- disamping belum tersedia bahan bacaan kita juga menyadari bahwa hingga saat ini belum ada buku khusus tentang adat dan budaya yang dapat kita kenal ,kita ajarkan dan kita kembangkan kepada peserta didik
Secara pribadi dan selaku tenaga pendidik/Kepala SMA Negeri 6 Kabupaten Kerinci saya menyarankan kepada Bapak Bupati Kerinci melalui Bapak Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kerinci untuk mengembangkan adat dan budaya Kerinci dalam bentuk mata pelajaran Kurikulum Muata Lokal ( Mulok) yang dikenal dan diajarkan kepada setiap perserta didik mulai dari Pendidikan Dasar Hingga Pendidikan Menengah.
Dengan mengembangkan Kurikulum Muata Lokal Adat dan Budaya Kerinci kita harapkan setiap perserta didik dapat memahami adat dan budaya Daerah Kerinci sekaligus sebagai bahan pengajaran untuk menanamkan nilai nilai moral di setiap peserta didik”Ujar Saidina Muas,M.SI”
Insya Allah dalam waktu dekat Keluarga Besar SMA.Negeri 6 Kabupaten Kerinci akan menggagas Forum Temu Dialog atau Seminar budaya Kerinci dengan mendatangkan sejumlah Nara Sumber dari Budayawan Nasional, Tokoh Adat dan Pemerhati Budaya.
Rencananya kita akan memohon kesediaan Bapak Bupati dan Bapak Wakil Bupati Kerinci untuk membuka seminar sekaligus memberikan tunjuk ajar kepada peserta didik agar dapat memahami adat dan budaya Kerinci yang pada gilirannya dapat mereka terapkan dalam kehidupan sehari hari”Pungkas Saidina Muas,S.Pd.M.Si ( BJ/ Rita)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar Blogger Facebook