Sungai Penuh. Desa Tanjung Batu termauk dalam wilayah Kecamatan Kililing Danau Kabupaten Kerinci, Desa kecil yang berada di atas ketinggian bukit di pinggiran danau kerinci ini memiliki penduduk 119 Kepala Keluarga dengan mata pencarian pokok masyarakat adalah petani padi sawah, dan petani kopi dan casiavera.
Ali Rahman kepala Desa Tanjung Batu menyebutkan bahwa masyarakat desa Tanjung Batu adalah masyarakat muslim yang masih tetap mempertahankan nilai tradisi dan kearifan lokal. Masyarakat Desa Tanjug Batu hingga saat ini masih rutine melaksanakan kenduri Sko, Kenduri sudah tuai dan menjalankan aktifitas kemasyarakatan dengan tetap mempertahakan adat istiadat.
Salah satu tradisi masyarakat Desa Tanjung Batu Kecamatan Keliling Danau hingga saat ini masih mempertahankan tradisi minum serbuk daun kawo pada pagi hari dan malam hari.
Jelang melaksanakan aktifitas sebagai petani, masyarakat terlebih dahulu mengkonsumsi Serbuk Daun Kawo dengan bahan baku berasal dari pucuk pucuk tunas tanaman kopi yang mereka petik dari kebun Kopi yang berada di belakang desa Tanjung Batu.
Fakta Sejarah menunjukkan sejak puluhan tahun yang silam sebelum masyarakat suku Kerinci termasuk masyarakat Desa Tanjung Batu h menggunakan racikan daun dari tunas tunas muda daun kopi atau yang lebih dikenal dengan sebutan ” Serbuk Daun Kawo” sebagai minuman tradisional, dan pada masa lalu Kolonial Belanda sering menyebutkan masyarakat di kawasan ini akrab disebut ” Melayu Kopi Daun”
Dan pada zaman kolonial hingga pasca kemerdekaan teh dan Kopi yang dihasilkan oleh perusahaan perkebunan Teh Kebun Kajoe Aro dan perkebunan Kopi di Kawasn Selatan Kerinci pada masa itu sulit untuk dikonsumsi oleh masyarakat petani mengingat teh yang dihasilkan oleh perkebunan Kajoe Aro dan Buah Kopi di eksport keluar negeri terutama diekpsort ke kawasan eropa dan timur tengah
Sejarah mengemukakan salah satu alasan kolonial ingin menguasai alam Kerinci karena daerah yang berada dikawasan puncak andalas Sumatera di kenal sebagai daerah subur yang sangat cocok untuk budi daya tanaman kopi disamping tanaman cengkeh,teh, casiavera dan aneka tanaman pangan.
Sejak beberapa puluh tahun yang lalu tunas tunas daun kopi dipetik dan tidak dimanfaatkan oleh para petani kopi, tunas tunas muda daun Kopi yang telah dipetik itu dibiarkan percuma dan diangggap sebagai limbah.
Tunas tunas muda daun Kopi yang menempel pada batang, mesti dibuang karena jika dibiarkan akan menghambat pertumbuhan kopi dan jika pucuk pucuk daun kopi dibiarkan tumbuh akan mempengaruhi volume hasil petik buah dan mengganggu kwalitas buah biji kopi
Proses pembuatan Serbuk Daun Kawo ( SDK ) sejak masa lalu hingga masa kini dilakukan melalui tekhnologi yang sangat sederhana melalui metode pengeringan dan melalui proses pemanasan melalui pendiangan pada bara api.
Dan Serbuk Daun Kawo yang diolah secara tradisional ini memiliki cita rasa dan aroma alami yang spesifik, dan secara ekonomis usaha pengolahan tunas tunas daun kopi muda menjadi serbuk daun kawo dapat membantu usaha penambahan pendapatan keluarga terutama bagi petani kopi
Sabtu Kemaren sejumlah anggota Karang Taruna Desa Tanjung Batu, dan Edy Haryanto Elsya, Seniman /pematung Merangin berdarah Kerinci / Alumni Institut Seni Indonesia jurusan seni rupa kriya angkatan 2007 dan Budhi.VJ.Rio Temenggug - Pemerhati Budaya /Penulis Buku Sejarah Kebudayaan dn pariwisata alam Kerinci menikmati nikmatnya minuman tradisi KerincSerbuk Daun Kawo di kawasan pinggiran danau Kerinci.
Sambil menikmati panorama danau Kerinci di kala senja dengan sunset yang memancarkarkan kemilau air danau Kerinci di kala Senjahari.dari atas Bukit kawasan Pemukiman Masyarakat Desa Tanjung Batu terlihat panorama alam sungguh indah dan aduhai eloknya.
Sambil Menikmati minuman serbuk daun kawo yang di tuangkan dari seruas tabun kawo kedalam semangkuk sayak aktifis karang taruna bersama seniman dan budayawan Kerinci melakukan dialog seputaran minuman khas tradisi Kerinci serbuk daun kawo. \
Budhi.VJ.Rio Temenggung Tuo Penulis Buku Senarai Sejarah Kebudayaan Suku Kerinci dan penulis sejumlah buku buku adat dan kebudayaan suku Kerinci pada diskusi ringan kepada aktifis Karang Taruna Desa Tanjung Batu dan Edy Haryanto alumni ISI Padang Panjang angkatan 2007 ini menjelaskan bahwa . Sejarah kopi di Indonesia sudah dimulai dari beberapa ratus tahun yang lalu. Sejarah kopi dari jaman kolonial sedikit banyak memberikan dampak positif kepada industri dan perkebunan kopi di Indonesia.
Kopi pada umumnya diolah sebagai bahan utama minuman, dan biasanya disajikan sewaktu masih panas beserta dengan beberapa kudapan pelengkap. Apabila anda adalah seorang penggemar kopi, mungkin anda tahu betul segala hal tentang kopi; namun, apakah anda mengerti asal usul dan perkembangan sejarah kopi? Kebanyakan penikmat kopi mungkin tidak tahu asal usul minuman beraroma kuat dan berasa pahit ini
Secara singkat Budhi VJ Rio Temenggung mengemukakan bahwa asal usul atau sejarah kopi di dunia dan di Indonesia. Walaupun dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia, kopi bukan berasal dari Indonesia.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sejarah kopi dimulai dari Etiopia, pada sekitar abad ke tiga belas; namun, beberapa sumber menyebutkan pada abad ke sembilan.
Sejarah kopi pada awalnya disebutkan dimulai dari seorang penggembala kambing, yang pertama menemukan efek yang ditimbulkan biji kopi pada kambing mereka. Namun, tidak ada catatan atau bukti yang dapat membuktikan kejadian ini
Catatan sejarah menyebutkan bahwa dari sebuah negara kecil bernama Etiopia, sejarah kopi lalu berlanjut dengan menyebar ke negara lain di Afrika, seperti Yaman dan Mesir. Kopi yang telah disangrai dan dipanggang pertama kali diperkenalkan di negara Arab, yang lalu diabadikan sebagai salah satu jenis kopi, yaitu kopi arabika.
Sejarah kopi semenjak diperkenalkan di Arab, mengalami perkembangan pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Di negara kita ini, kopi pertama kali menjadi tanaman perkebunan pada jaman penjajah Belanda.
Melalui Sri Lanka, kopi menjadi komoditi yang menjanjikan di Indonesia. Oleh karenanya, sejarah kopi di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, karena telah menjadi perkebunan tersendiri di daerah Bogor, Jakarta, lalu menyebar ke daerah Jawa Tengah. Namun, sebagaimana perkembanga kopi di dunia, sejarah kopi di Indonesia juga mengalami hambatan pada awal abad ke 20. Pada masa itu, hampir seluruh tanaman kopi terserang hama, sehingga gagal panen kopi terjadi di hampir seluruh perkebunan kopi terutama di pulau Jawa.
Pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Utara ke Selatan Pulau Sumatera bagian Barat, bertitik pusat di daerah Kerisedenan Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Tengah,pada masa pendudukan Belanda pada masa Kolonial Belanda sampai tahun 1958 Kerinci termasuk wilayah Sumatera Barat,setelah diduduki Belanda sejak 1903.Kerinci dipertahankan sebagai daerah otonom, dalam arti tidak termasuk bagian dari Sumatera Barat dan bukan juga merupakan bagian dari Jambi sebagaimana yang dikenal saat ini.
Tahun 1921, Kerinci ditetapkan sebagai bagian dari Afdeling (setingkat Kewedanaan) dalam Keresidenan Sumatera Barat Unit pemerintahannya lebih sederhana, hanya ada tiga daerah onderafdeling (Kecamatan) yakni ( I ) Painan dan Batang Kapas, ( ii ) Balai Selasa dan Inderapura, ( iii ) Kerinci,
Dalam tahun 1929 afdelling Painan dihapuskan dan digabungkan menjadi Kerinci hal ini membuat hubungan emosional Kerinci lebih dekat dengan Sumatera Barat daripada ke Jambi, hubungan emosional ini terjadi jauh sebelum kedatangan Belanda,Pada masa Jepang dan Perang Kemerdekaan sampai tahun 1958 tetap berstatus sebagai bagian dari daerah administrasi Sumatera Barat.Pada masa itu (1942 –195 7) Kerinci merupakan salah satu kewedaan dalam Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci ( PSK).
Ketiga daerah Sumatera Tengah di mekarkan menjadi tiga Propinsi pada tahun 1958 masing masing Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Jambi dan Propinsi Riau, Kerinci menjadi daerah yang berstatus Kabupaten dan merupakan bagian dari Propinsi Jambi dengan ibukota Kabupaten Kerinci di Sungai Penuh..
Ketika Kerinci masih menjadi bagian dari Sumatera Barat,Kerinci pada masa itu merupakan daerah yang paling subur tanahnya di seluruh kepulauan nusantara,dalam hal makanan daerah ini sejak awal telah mampu mencukupi kebutuhan sendiri,dan penduduknya sering menyebutkan daerahnya dengan istilah “ God’s Own Country” Kesuburan lahan lahan di kawasan Sumatera Barat khususnya di alam Kerinci disebabkan karena lahan lahan subur didaerah ini permukaann tanahnya diselimuti oleh bahan bahan pegunungan (Vulkanische Materiaal )yang menyelimuti permukaan lahan lahanya yang berbukit bukit.
Bahan alam berupa tanah Alluvial,Granite dan Andesit yang menyelimuti dataran tingginya di daerah Pegunungan Kerinci Utara dan Kerinci Selatan menyebabkan tanah tanah di kawasan ini sangat cocok untuk ditanam dengan aneka tanaman perkebunan untuk eksport seperti Teh, Kopi, Kina dll.Disamping itu semua jenis sayur mayur dapat tumbuh dan hidup dengan subur di dataran tinggi alam Kerinci.
Sebelum tahun 1924, hampir seluruh tanah “ erfpacht perceel”di daerah Sumatera Barat termasuk Kerinci dilakukan penanaman Kopi, pada awal tahun 1924 dilakukan penggantian tanaman kopi, karena pada saat itu harga kopi dipasaran internasional kurang memuaskan dan pada saat itu terjadi serangan penyakit yang menyerang tanaman kopi,
Keadaan tersebut menyebabkan munculnya penanaman Teh dan Kina di daerah Keresidenan Sumatera Barat,sebenarnya jauh sebelumnya yakni tahun 1903 telah dilakukan penanaman Teh di Pulau Sumatera di daerah Akar Gadang ( 1903 ) dan Kebun Kina di Kebun Taluk Gunung (1907),namun usaha perkebunan tersebut belum dilakukan secara optimal, penanaman secara besar besaran mulai dilakukan setelah tahun 1924.
Khusus untuk perkebunan teh di wilayah Keresidenan Sumatera Barat mencapai 5.473,925 Hektar dan lahan kopi seluas 831 Ha ,ditanah dilahan merupakan lahan “erfpacht”,untuk hasil perkebunan teh pada saat itu cukup menggembirakan dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya.
Pada masa Kolonial Belanda di alam Kerinci terdapat pusat Onderneming dengan 3 lokasi perkebunan yang dibangun oleh Belanda yakni Kopi di kawasan Batang Merangin (1928) Kina dan teh di Pulau Sangkar dan Kayu Aro.di wilayah Kerinci pada masa penjajahan Belanda pusat perkebunan teh,kina dan kopi berada I wilayah kedepatian Rencong Telang(Pulau Sangkar) yang wilayah adatnya nya sampai ke Kebun Baru,hal ini ditandai dengan pemberian kompensasi oleh Belanda kepada masyarakat adat berupa jembatan Beton/semen di lubuk sahap(jembatan ini rubuh tahun 1930)dan satu buah jembatan gantung yang selesai dibangun tahun 1932.
Untuk mewujudkan pembangunan kebun Kopi,kina dan teh pada tiga lokasi onderneming tersebut Belanda mendatangkan tenaga kerja(Koeli Kontrak) dari pulau Jawa.
Usaha perkebunan Kopi Belanda membuka lahan perkebunan di kawasan Pematang Lingkung Batang Merangin,bedeng 4,5,6,7,8 dan bedeng 12.untuk Kina/Teh dibangun Pemukiman di kebun baru dan kebun lima,sementara untuk Teh di wilayah Kebun Baru-Pulau Sangkar pembangunan di hentikan dan dibangun di kawasan Kayu aro di kaki Gunung Kerinci dengan pusat di kawasan Bedeng VIII,Sungai Jambu,Kersik Tuo hingga ke kaki gunung Kerinci
Schrieke menggambarkan hasil panen Kopi di alam Kerinci pada tahun 1913 sangat menggembirakan kaum Kolonial Belanda,pada tahun itu hasil panen kopi telah mencapai 190 Ton,dan pada tahun 1923 sebanyak 300 ton,tahun 1924 sebanyak 630 ton,tahun 1925 sebanyak 1.280 Ton dan pada tahun1926 mencapai 2.896 Ton.
Proses Pembuatan Serbuk Daun Kawo(Melayu Kopi Daun )
Minuman Serbuk Daun Kawo merupakan minumkan khas masyarakat suku Kerinci ( Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) yang telah dikonsumsi sejak masa lalu.Sebelum mengenal teh, masyarakat suku Kerinci dimasa lalu telah menggunakan Racikan Daun dari tunas tunas muda daun Kopi atau yang lebih dikenal dengan sebutan”Serbuk Daun Kawo” sebagai minuman tradisional
Dan pada masa lalu Kolonial Belanda sering menyebutkan masyarakat dikawasan ini akrab disebut”Melayu Kopi Daun”,dan pada zaman Kolonial hingga pasca kemerdekaan Teh yang dihasilkan oleh Perusahaan perkebunan Teh Kebun Kajoe Aro pada masa itu sulit untuk dikonsumsi oleh masyarakat petani mengingat teh yangdihasilkan oleh perkebunan Kajoe Aro di Eksport keluar Negeri teurtama diekpsort ke kawasan eropa dan timur tengah
Fakta sejarah mengemukakan salah satu alasan Kolonial ingin menguasai alam Kerinci karena daerah yang berada dikawasan puncak andalas Sumatera di kenal sebagai daerah subur yang sangat cocok untuk budi daya tanaman kopi disamping tanaman cengkeh, teh, casiavera dan aneka tanaman pangan..
Sejak beberapa puluh tahun tunas tunas daun kopi dipetik dan tidak dimanfaatkan oleh para petani kopi, tunas tunas muda daun kopi yang telah dipetik itu dibiarkan percuma dan diangggap sebagai limbah. Tunas tunas muda daun Kopi yang menempel pada batang ,mesti dibuang karena jika dibiarkan akan menghambat pertumbuhan kopi dan jika pucuk pucuk daun kopi dibiarkan tumbuh akan mempengaruhi volume hasil petik buah dan mengganggu kwalitas buah biji kopi
Proses pembuatan Serbuk Daun Kawo sejak masa lalu hingga masa kini dilakukan melalui tekhnologi yang sangat sederhana melalui metode pengeringan dan melalui proses pemanasan melalui pendiangan pada bara api.dan Serbuk Daun Kawo yang diolah secara tradisional ini memiliki cita rasa dan aroma alami yang spesifik,dan secara ekonomis usaha pengolahan tunas tunas daun kopi muda menjadi serbuk daun kawo dapat membantu usaha penambahan pendapatan keluarga terutama bagi petani kopi
Pada masa lampau masyarakat di dusun dusun menggunakan “Tabun Kawo“ dari Ruas Bambu (mirip termos) yang ditutup dengan ijuk enau sebagai media penyaring serbuk daun kawo dan dimasa lalu masyarakat menggunakan sayak (Cangkir) yang terbuat dari tempurung kelapa yang telah dibersihkan dari sabut ,disejumlah dusun dusun tradisional di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci kalangan Masyarakat Usia lanjut (Manula) dan Petani tradisional masih mengkonsumsi Serbuk Daun Kawo,pengakuan para penikmat Serbuk Daun Kawo menyebutkan bahwa mengkonsumsi Serbuk Daun Kawo dapat mengurangi ketergantungan terhadap kopi bagi penderita hypertensi,dan dapat mencegah asam urat ,mencegah/mengurangi gejala reumatik dan dapat meningkatkan daya tahan/stamina tubuh,konon Serbuk Daun Kawo mengandung zat Anti Bodi yang dapat membantu menetralisir
Asbendi dan Oon Tabrani aktifis Karang Taruna Desa Tanjung Batu dan Puput Utari Mahasiswi STAIN Kerinci/anggota Karang Taruna Desa Tanjung Batu kepada wartawan media ini mengemukakan secara singkat tentang Proses pembuatan Serbuk Daun Kawo khas Desa Tanjung Batu.
Pada tahap awal pilihlah tunas tunas muda yang dapat mengganggu pertumbuhan batang dan mengganngu proses pertumbuhan bunga bunga kopi,tunas tunas muda yang tidak perlu dipatahkan rantingnya yang menempel di batang kopi.
Setelah tunas tunas muda daun kopi dipatahkan,lalu dijemur diterik matahari untuk mempercepat proses pelayuan secara alami,setelah proses pelayuan tunas tunas muda daun kopi dibawa pulang kerumah untuk proses pengeringan atau pemanasan/perapian dengan cara pendiangan dibara api.
Daun daun muda yang pada tahap awal telah mengalami proses pelayuan secara alami melalui penjemuran/pelayuan dibawah terik matahari dilakukan penyeleksian daun daun muda dan pemilahan daun, daun daun yang tua dipisahkan dengan tunas tunas daun muda,setelah dilakukan seleksi tunas tunas muda daun kopi didiangkan diperapian atau diatas bara api dengan menggunakan alat bantu bilah bambu yang dibelah dan daun daun kopi muda diselipkan diantara bilah bambu dan didiangkan sampai tunas tunas daun kopi muda menjadi kering.
Daun daun kopi yang telah keringkan itu diremukkan hinga menjadi serbuk serbuk kecil dengan ukuran 1-2 Cm,untuk mendapatkan serbuk daun kawo yang berkualitas sebaiknya daun daun muda yang telah diremukkan itu disimpan dalam wadah yang tertutup agar terhindar dari suhu udara lembab.
Cara penyajian Air Serbuk Daun Kawo secara tradisional
-Masukkan Serbuk Daun Kawo kedalam tabung air kawo dengan alat
penyaring ijuk enau
-Didihkan air bersih layak minum sampai mendidih(90 Derajat Celcius)
-Setelah air mendidih,masukkan air kedalam tabung air kawo.
-Air panas yang telah dimasukkan kedalam Tabung air kawo yang telah di isi SDK ditutup
dengan ijuk enau selama 0,5 Jam-hingga 1 Jam
-Sebelum SDK diminum terlebih dahulu siapkan sayak ( cangkir dari tempurung kelapa)
-Tuangkan air SDK dari dalam Tabun Kawo yang telah di seduh kedalam sayak
-Air Serbuk Daun Kawo siap di minum.
Catatan:
1Masyarakat di alam Kerinci pada masa lalu mengkonsumi air Serbuk Daun Kawo dengan cara menambah gula enau ( gula aren).Gula enau hanya di isap /dimakan seiring dengan menegukkan air serbuk daun kawo.
2.Untuk menciptakan aroma yang khas dan sebagai penghangat tubuh gunakan Casiavera/kulit manis ukuran kecil bentuk siliender.
3.Air Serbuk Daun Kawo dapat diolah menjadi beraneka cira rasa antara lain
-Air Serbuk Daun Kawo Panas + Gula enau
-Air Serbuk Daun Kawo Telur + Madu
Pantauan penulis di lapangan terlihat warga desa tanjung batu terutama usia manula masih rajin mengkonsumsi air serbuk daun kawo,dan tradisi minum serbuk daun kawo juga di wariskan kepada generasi muda desa Tanjung Batu.
Berbagai kalangan menyebutkan bahwa kedepn Dinas Porabudpar Kerinci perlu menetapkan desa ini sebagai desa wisata dan menjadikan sebagai salah satu kampung peradaban di alam Kerinci, hal ini mengingat warga desa Tanjung Batu meski telah lama memasuki dunia modren namun mereka masih merawat nilai nilai budaya warisan nenek moyang mereka.(Buvari R Temenggung)
Posting Komentar Blogger Facebook