Sungai Penuh.Bumi Sakti Alam Kerinci  dalam waktu dekat akan memiliki Museum di kawasan destinasi wisata pusat Calender Event Nasional  FMPDK  Sanggaran Agung Kecamatan Danau Kerinci, dan dengan selesainya bangunan museum tahun ini berarti di Bumi Sakti Alam Kerinci terdapat 2 Museum  yakni Museum Alam terbesar di dunia  dan Museum  Sakti  Alam Kerinci yang dibangun  oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Repubik Indonensia.

Zainal Abidin,MH,Wakil Bupati Kerinci
Hal ini disampaikan  Wakil Bupati Kerinci Zainal Abidin,SH,MH dalam perbincangannya  bersama wartawan medi ini di ruang kerjanya. senin -Hampir di setiap  tempat di  bumi alam Kerinci termasuk di rumah rumah pusaka(Umah /Umouh Gdeang) yang terdapat di dusun dusun  dan luhah luhah dalam wilayah adat yang ada di alam Kerinci terdapat benda benda budaya  atau oleh orang suku Kerinci dikenal dengan benda pusaka(Sko) yang  dalam waktu tertentu dilaksanakan “Kenduri Sko” atau Kenduri Pusaka yang terkadang lazimnya dirangkaikan dengan  prosesi penobatan /pengukuhan para pemangku pemangku adat.
Dihampir semua penjuru ranouh alam kincai  terdapat banyak artefak peninggalan sejarah,kebudayaan dan peradaban masyarakat Suku Kerinci yang mendiamai puncak andalas Pulau Sumatera  termasuk  masih diranwatnya berbagai benda budaya(Pusaka) yag memiliki kandungan nilai nilai sejarah dan perkembangan peradaban dari masa kemasa seperti adanya Naskah Melayu tertua di dunia yang di tulis dengan menggunakan media kertas daluang , aksara  yang bertuliskan Incung yang di tulis pada media Tanduk Kerbau,tanduk kambing, ruas ruas buluh, selain itu juga terdapat piagam piagam yang berusia  ratusan tahun dan berbagai tinggalan  warisan budaya leluhur nenek moyang uhang kincai "Kata Zainal Abidin,SH, MH
Hasil pengamatan dan tinjauan  penulis kesejumlah  dusun dusun  di alam Kerinci hingga saat ini masih banya terdapat eninggalan artefak seperti Situs situs batu silindrik,masjid masjid kuno,rumah rumah tua,Menhir,Pundan berundak dan ratusan peninggalan peninggalan kebudayaan masa lampau tersebar di alam terbuka dan sebagian masih tersimpan di perut bumi “Ranouh Alam Kincai”
Dari sekian banyak peningalan peninggalan kebudayaan itu beberapa diantaranya”Raib” dibawa para makelar dan pemburu barang barang antic, ironiya sejumlah barang barang hasil peninggalan Kebudayaan alam Kerinci itu ada yang dikoleksi sejumlah Kolektor di sejumlah daerah di Nusantara dan di Negara tetangga seperti Malaysia dan diakui sebagai warisan nenek moyangnya.
Ditempat terpisah Ardinal,K.M.Si kepala dinas porabudpar Kerinci  menyebutkan sebagai   generasi yang lahir dan menghirup udara segar dari udara ranoun alam Kincai  kita  tentunya patut bersyukur dan berterima kasih kepada Pemerintahan Jokowi dan  Kemendikbud RI dan Dr.H.Adirozal,M.Si Bupati Kerinci ,Dan Zainal Abidin,MH Wakil Bupati Kerinci yang telah mencurahkan perhatian yang besar bagi penyelematan  benda benda budaya suku Kerinci dengan melakukan pembangunan Museum Kerinci yang tak lama lagi  dapat di manfaatkan oleh segenap masyarakat suku Kerinci teruta bagi  peserta didik, dan para peneliti kebudayaan.
Banyaknya benda benda kebudayaan di alam Kerinci serta tatanan kehidupan sosial ekonomi menunjukkan bahwa masyarakat suku Kerinci secara historis sangat mandiri dan tidak tergantung dengan dunia luar, alam dan peradaban suku Kerinci telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat alam Kerinci,bahkan hingga saat ini hasil bumi alam Kerinci seperti Casiavera,Kopi  dan Teh yang dihasilkan oleh kebun Kayu Aro merupakan Primadona  eksport yang dihasilkan dari alam Kerinci"Kata Ardinal.K."
Budhi VJ Rio Temenggung menyebutkan bahwa saat ini  sangat disayangkan puluhan artefak dan benda budaya alam Kerinci berangsur hilang dan sebagian mengalami kerusakaan karena dimakan zaman dan kurang mendapat perawatan,agar sisa sisa peradaban dan kebudayaan masa lampau,alangkah lebih baiknya pihak Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Lembaga tekhnis terkait untuk segera menyelamatkan asset dan benda budaya Alam Kerinci dari kepunahan dan kehancuran yang sia sia.
Menjawab pertanyaan   sejumlah Mahasiswa  dari STKS Bandung, UNJ,ISI Padang Panjang dan Mahasisiwi  Unand  yang melakukan dialog di Baheoun Buleoh pekan yang lalu Pemerhati Budaya dan Pembina Sanggar Seni Incung  mengemukakan bahwa  beberapa waktu yang lalu seorang  Peneliti  antropologi urban dari Universitas Diponegoro Radjimo menyatakan suku Kerinci yang mendiami dataran tinggi bukit barisan di sekitar Gunung Kerinci ternyata lebih tua dari suku Inka, Indian di Amerika.
"Dari sebuah kesimpulan riset Dr Bennet Bronson peneliti dari AS bersama Tim Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada 1973, yang saya baca malah berpendapat bahwa suku Kerinci bahkan jauh lebih tua dari suku Inka (Indian) di Amerika
Dengan demikian  berarti suku Kerinci tidak hanya lebih tua dari proto-melayu. Suku Indian Inka sendiri adalah suku yang salah satu ramalan purbanya tentang kiamat 2012 jadi inspirasi film Hollywood yang menghebohkan pada 2009 lalu. Suku Indian  Inka diyakini sebagai suku purba yang telah memiliki peradaban tinggi.
Salah satu pembuktian yang dikemukakan tim Bennet Bronson itu adalah tentang manusia Kecik Wok Gedang Wok. Ia merupakan suku pertama yang telah mendiami dataran tinggi Kerinci lebih dari 10.000 tahun lalu itu. Suku itu belum mempunyai nama panggilan secara individu sampai masuknya suku Proto-Melayu.
Nurul Anggraini Pratiwi Mahasiswi STKS Bandung pelajari Aksara Incung
"Sedangkan suku Indian Inka di Amerika yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu suku dan ras tertua di dunia diketahui pada zaman yang sama sudah memiliki nama, seperti Big Buffalo (Kerbau Besar), Little Fire (Api Kecil) dan lainnya,Maka saat itulah pula terjadi perpindahan etnis ini dari satu tempat ke tempat lain pada Alam Melayu seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke Alam Kerinci.
Menurut Kern, alam Kerinci saat itu telah didiami oleh manusia, dan mereka penduduk pribumi inilah yang disebut sebagai Kecik Wok Gedang Wok. Namun, saat itu jumlah Proto-Melayu yang lebih dominan dari Kecik Wok Gedang Wok menyebabkan kaum pribumi tersebut secara perlahan menjadi lenyap dalam percampuran darah antara pendatang dan pribumi. Kelompok inilah yang selanjutnya berkembang dan menjadi nenek moyang orang Kerinci modern hingga generasi saat ini.
Hal lain yang sering dijadikan sampel penelitian oleh pada peneliti tersebut adalah keragaman bahasa dan dialek di Kerinci. Dengan bahasa yang sangat beragam, sekitar 135 buah dialek, yang dipakai hanya di sepanjang lembah, memperumit penelitian etnografi.  Beberapa penelitian menyebutkan bahawa orang Kerinci termasuk kelompok suku bangsa asli yang mula-mula ada di Sumatra. Kelompok suku bangsa ini kemudian dikenal dengan Kecik Wok Gedang Wok yang diduga telah berada di wilayah Alam Kerinci semenjak 10.000 tahun silam.
Catatan yang  penulis hiimpun dari berbagai  sumber  menyebutkan bahwa  Dari bukti2 sejarah dapat diketahui bahwa  orang Kerinci berasal dari Ras Melayu, spesifiknya PROTO MELAYU (MELAYU TUA)yang bermigrasi ke Pulau Sumatera dan Nusantara sebelum gelombang migrasi DEUTRO MELAYU (MELAYU MUDA), Ada  beberapa teori migrasi Ras Melayu yang di paparkan oleh para ahli antropologi dan  arkeologi dan ahli sejarah yang sampai saat  ini masih diperdebatkan.
Menurut para pakar, pada waktu kedatangan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke  Alam Kerinci, di daerah ini sendiri telah  didiami oleh manusia. Para ahli memberi  istilah "  Manusia Kecik Wok Gedang Wok". dari mana asal usul manusia Kecik Wok  Gedang Wok, belum ada para pakar yang bisa memastikannya. Istilah Kecik Wok  Gedang Wok dipakai karena masyarakat itu  belum mempunyai nama panggilan, sapaan  diantara sesamanya hanya dengan menggunakan sebutan "Wok". Kehidupan  masih primitif, mereka penghuni goa-goa  dan tebing2 batu.
 Kapan datangnya Kecik Wok Gedang Wok  ke wilayah Alam Kerinci ?...  dan darimana asalnya masih di  perdebatkan para ahli, namun yang jelas  mereka merupakan penduduk pertama  disini. Dalam perjalanan sejarah, Kecik Wok  Gedang Wok telah mengalami percampuran  dengan penduduk2 yang datang kemudiannya, termasuk percampuran  dengan Ras Melayu Tua dan Ras Melayu  Muda, sehingga saaat ini tidak ditemukan  lagi orang Kecik Wok Gedang Wok yang  berdarah murni (asli). Manusia Kecik Wok  Gedang Wok diperkirakan telah menghuni  Kerinci semenjak 10.000 Tahun yang silam.
Perjalanan kehidupan nenek moyang orang  Kerinci berkembang dengan cepat,  diantaranya menyebar mencari daerah2  baru kesebelah selatan Kerinci Tinggi, yaitu  daerah Serampas, Sungai Tenang, Muara  Siau dan Jangkat. Sebagian lainnya migrasi  ke Kerinci Rendah; daerah sekarang yang disebut Sungai Manau (Tanah Renah),  Lubuk Gaung dan Nalo Tantan.  Penyebaran Orang Kerinci bahkan samapai  ke daerah Koto Baru (wil.Sumatera Barat paling Selatan).
Demikian pula halnya komunitas orang Kerinci yang ada di  Serampas, Sungai Tenang, Muara Siau dan  Jangkat, sebagian ada yang berpindah dan  menetap di daerah sepanjang aliran Sungai  Batang Limun, Batang Asai dan daerah  Sarolangun. Di daerah Muara Bungo dan  Sarolangun mereka membentuk  persekutuan masyarakat adat sendiri.  Walaupun mereka tidak berada dalam  wilayah Alam Kerinci secara geografris,  namun hubungan dengan daerah asalnya  tetap terjalin baik. Komunitas ini  menamakan dirinya dengan " ORANG  BATIN".  Kebudayaan dan adat istiadat orang batin  banyak persamaan dengan orang Kerinci  Tinggi, termasuk dalam hal ciri-ciri fisik.
 Kesamaan itu karena mereka berasal dari  keturunan Nenek Moyang yang sama.  Orang Batin sendiri pada Musyawarah Adat  Kabupaten Sarko Tahun 1969 mengatakan  tentang asal usulnya, dalam Seluko Adat  (pepatah adat) : " Pucuk adalah induk  segalo Batin ". Pucuk artinya daerah diatas,  yaitu daerah yang lebih tinggi yaitu Kerinci Tinggi.
ASAL USUL NAMA KERINCI
Kata " Kerinci " diperkirakan baru dikenal  orang sekitar awal Tahun Masehi. Kepastian  tentang asal usul nama "Kerinci" memang  sulit untuk dijawab dan sampai sekarang  masih di perdebatkan banyak kalangan.  Karena ada berbagai macam versi pendapat  tentang itu, dengan argumentasi yang  bermacam-m acam pula. Tapi kita tidak usah  larut dengan polemik itu. Sebutan kata Kerinci dalam masyarakat  Kerinci sendiri diucapkan dengan dialek  yang berbeda, yang merupakan pengaruh  dialek masing-masing bahasa tiap-tiap  dusun, suku atau kalbu/ komunitas  masyarakat yang berbeda.
Keadaan wilayah Kerinci yang dibatasi oleh Bukit Barisan, hutan yang lebat, medan yang berat dan binatang buas, membuat anggapan orang terhadap Kerinci sebagai daerah yang tertutup, sehingga Kerinci dikiaskan dari arti kata 'Kunci.'
Bila ditinjau dari segi bahasa, Kerinci berasal dari kata “kerin” dan “ci”. Bahasa Austronesia yang masuk ke India (Sanskerta) kata “krin/kerin” atau “khin” berarti hulu, sedang kata “ci” atau “cai” berarti sungai, sehingga Krinci atau Kerinci mengandung arti hulu sungai, bila dilihat dari letak Kerinci yang berada di daerah pegunungan dan merupakan hulu-hulu sungai yang mencakup Sungai Batang Merangin, Sungai Batang Asai, dan lainnya.
Mc Kinnon (1992) menyebutkan bahwa kata Kerinci diduga berasal dari kata “Kurinci” (bahasa Tamil) yang berati sebuah daerah pegunungan, dengan alasan orang India dari suku bangsa Tamil (Hindu) pada awal abad pertama Masehi telah berhubungan dengan penduduk yang berdiam di pedalaman dan disepanjang Pantai Barat dan Timur Sumatra yang saat itu tidak jauh dari Kerinci. Dalam perniagaan, bangsa Tamil memanggil orang-orang dari dataran tinggi pegunungan dengan sapaan Kurinci.
Kondisi alam Kerinci menyebabkan daerah ini dikelompokkan menjadi Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi. Kerinci Rendah berada pada bagian timur pegunungan Bukit Barisan (sekarang Kabupaten Merangin), sedangkan Kerinci Tinggi yang sekarang Kabupaten Kerinci merupakan daerah-daerah yang berada pada bagian barat pegunungan Bukit Barisan
Orang Kerinci yang menghuni Kabupaten Kerinci sekarang adalah keturunan suku bangsa Melayu Tua yang menetap sejak zaman Neolitikum (8.000-7.000 tahun silam) atau mungkin jauh sebelumnya.
 Kerinci pernah di bawah kekuasaan Kerajaan Dharmasraya dan Pagaruyung (Sumatera Barat), juga di bawah Kerajaan Inderapura (pantai barat, kini Pesisir Selatan, Sumatera Barat), dan Kesultanan Jambi. Namun kekuasaan terhadap Kerinci lebih kepada perlindungan dengan membayar upeti.
Drs.Nila Sutria Budayawan  Kerinci asal Sungai Penuh dan  Nukman,S.Sn dari Kantor Balai Bahasa Propinsi Jambi  saat melakukan diskusi ditempat terpisah beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa Masyarakat adat Suku Kerinci memiliki kebudayaan, termasuk bahasa dan aksara Kerinci.
Nila Sutria, yang pernah  mendampaingi penelitian Uli Kozok  di wilayah adat Tigo Luhah Tanjung Tanah bekas wilayah Kemendapoan Seleman Kecamatan Danau Kerinci  beberapa tahun yang silam  mengatakan  bahwa peneliti Internasiona Uli Kozok yang juga  ahli aksara kuno Sumatera asal Jerman, pernah menemukan di Kerinci naskah Melayu tertua abad ke-14 yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya, zaman Adityawarman.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa orang Kerinci termasuk kelompok suku bangsa asli yang mula-mula ada di Sumatra.Kelompok suku bangsa ini kemudian dikenal dengan Kecik Wok Gedang Wok yang diduga telah berada di wilayah Alam Kerinci semenjak 10.000 tahun silam (Whitten, 1987).
Uli Kozok, seorang ahli filologi dari Hawaii University Amerika Serikat, dalam risetnya menyimpulkan naskah melayu tertua di dunia ada di Kerinci. “Dalam kesimpulan riset dari riset yang dilakukannya di tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Belanda, filolog Dr Uli Kozok menyimpulkan bahwa naskah Melayu tertua ada di Kerinci, tepatnya di Desa Tanjung Tanah
Senada dengan Nila Sutria- Nukman,Sn mengatakan  bahwa Naskah tersebut, menurut riset Uli Kozok ternyata jauh lebih tua 200 tahun dibanding dengan naskah surat raja Ternate yang sebelumnya dinyatakan sebagai naskah melayu tertua di dunia. Naskah kitab undang-undang Tanjung Tanah diperkirakan dikeluarkan pada abad 14.
Menurut Nukman,Sn  dan Drs. Nila Sutria, kesimpulan Uli Kozok tersebut juga didasari atas uji radio karbon yang dilakukan pihaknya di Wellington, Selandia Baru atas sampel bahan kertas Daluang (samakan kulit kayu) yang digunakan untuk penulisan naskah itu.
“Uli Kozok dari hasil uji radio karbon yang sangat akurat prediksinya itu menegaskan kalau Daluang yang digunakan untuk media penulisan naskah tersebut bisa dipastikan ditebang pada rentang waktu antara abad 12 hingga 13,”
Dari usia itulah, menurut dia dapat diprediksikan penulisan naskah itu pun berkisar tidak jauh dari abad itu, maksimal pada abad ke 14 naskah itu telah dibuat.Sesuai catatan sejarah pula, kata dia kalau pada masa itu Kerajaan Melayu yang beribukota di Darmasyaraya (sebuah kabupaten pemekaran Sumbar, tetangga dekat kabupaten Kerinci) diperintah oleh Raja Adityawarman, itu sedang pada masa puncak kejayaannya.
Prediksi umur naskah Kitab Undang-undang Tanjung Tanah itu pun juga berdasarkan pada analisa jenis aksara yang digunakan.Meskipun diketahui Kerinci sudah dari masa sebelumnya telah memiliki aksara sendiri, yakni aksara Incoung, namun empunya yang menuliskan kitab tersebut menggunakan aksara pasca-Pallawa, bukan aksara Pallawa dan bukan pula aksara Jawa kuno.
“Karena itu, Uli Kozok menyimpulkan naskah tersebut pasti dikeluarkan oleh pihak kerajaan yakni raja Adityawarman, yang tengah gencarnya membangun imej pemerintahannya sendiri mengingat pada masa itu adalah era mulai melemahnya pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu-Budha besar di pulau Jawa,”
Jon Hendri penggiat dan pemerhati  adat dan Kebudayaan Suku Kerinci dalam artikelnya yang dirilis media on  line menyebutkan  dalam beberapa penelitian tentang asal usul uhang kincai, sebagaimana diuraikan dalam buku seminar adat Kerinci tahun 1985-1990, yang ditulis Yatim Abbas menguraikan secara gamblang.Ia menyebutkan bahwa Nenek Moyang orang Kerinci telah cerdas. Ini mengacu system pembagian waris, yang telah diatur, terutama mengenai hukum waris ini. Ini telah ada beberapa ribu tahun yang silam.
Dengan hadirnya sistem dan cara pembagian waris itu. Ini menunjukan mereka telah menanamkan asaz-asaz pengamanan yaitu secara preventif, untuk mencegah menghindari timbulnya hal-hal yang kurang baik bagi anak cucunya dikemudian hari. Dengan demikian unsur Pancasila telah ada di Kerinci sejak dulu kala.
Dipaparkan, mulanya suku bangsa Kerinci pernah menganut system kekeluargaan yang tertua di dunia, yaitu system keibuaan ( Materilineal. Kemudian menganut sistim kekeluargaan bersegi dua ( Parental) yang lebih berperikemanusiaan, tetapi belum dapat diketahui tuanya suku bangsa ini termasuk type mana suku bangsa Kerinci itu.
Dari Perkakas yang ditinggalkan, benda-benda bersejarah/ Prasejarah itu yang ditingalkan itu, bukan hanya angka tahun dapat diketahui tingkat kecerdasanya. Mengenai type manusia penghuni alam Kerinci sepanjang bukti yang ditemui menunjukan suku bangsa Kerinci bertype Melayu tua ( Proto malayers) atau termasuk induk( ras) tertua.Hal ini didasarkan pada penelitian sarjana asing yang pernah menyelidiki Kerinci antara lain,Prof. Dr. Jasven Ali.M. A. Ahli sejarah berkebangsaan Australia tahun 1963, dengan contervarnya, Drs. Syofyan Sani, pada Markas besar kapolisian RI Jakarta.
Dr. David. Sundbukht ahli Antropologi berkebangsaan Swedia tahun 1980 dengan countervarnya, Idris Jakpar SH, Lektor Jambi kala itu. Dr. J.P.H Duyhendak ahli Antropologi berkebangsaan Belanda sebelum perang dunia ke dua.
Bukti sejarah dan prasejarah itu dulunya, di pukau Sumatera ( Pulau Perca) hanya terdapat disekitar Danau Kerinci, benda itu berupa Kapak Ganggam, Flakes Obsidian, disebut Mikrolith, Batu yang indah, Permata.
Bukti serupa ditemukan juga didataran tinggi Asia Tenggara, tempatnya menurut Prof. Kern adalah di Tonkin, dan menurut V.H. Golden berasal dari Yunan, menjelaskan terdapat ada hubungan Kebudayaan Kerinci dengan dataran tinggi Asia Tenggara.
Bukti- bukti ditemukan itu dibenarkan oleh Dr. Bener Bron serjana Kesenian berkebangsaan Amerika dalam penelitianya tahun 1973, bahkan beliau berkata,” Kerinci sudah terkenal didunia. Karena bukti sejarahnya yang tua,”. Kemudian diperkuat pula oleh hasil penelitian Mr. Bill Watson, sarjana kebangsaan inggris dalam penelitian tahun 1975.
Dari bukti ditemukan itu dapat dikemukakan bahwa suku bangsa Kerinci dilihat dari Antroplogi fisik adalah Melayu tua. Sedangkan bukti kebudayaan menurut antroplogi budaya mereka telah melalui zaman Mezolitikum (Zaman batu Menengah) yang dioperkirakan 400 tahun sebelum nabi Isya.
Selain itu, Kerinci telah memiliki tulisan yang dinamakan “ Incong” terdapat pada Gading Gajah Hiang, Tanduk kambing, yang menceritkan asal usul orang Kerinci, mengenai adat istiadat, Batas Wilayah. Selain itu bangsa Melayu Tua lebih senang didataran tinggi, yang pada umumnya adalah rakyat pegunungan.
Pada Zaman Neolitikum ( Zaman batu baru) nenek moyang suku bangsa Kerinci sudah bertempat tinggal tetap, tetapi tidak lagi mengumpulkan makanan ( Food Gathering) tapi sudah menghasilkan makanan ( Food Produkting), artinya sudah bercocok tanam, beternak.
Sementara itu tahun 2003 ditemukan pula di Gunung Raya, Sungai Hangat,tepatnya di SLTP tiga. berupa artefak, fragmentaris, ekofak Dynasti cina terdiri dari gerabah keramik Cina dan obsidian, batu asahan.manik-manik, pisau kecil, batu bulat, ekofak terdiri rahang gajah dan tanduk rusa.
Demikian juga dengan Tamia berupa batu patah sebelah utara dengan ukuran 2,27 meter x 1,5 meter, makam kuno dengan panjang arah barat timur 125 meter.
Temuan ini, kata Alimin, Budaya sejarah dan purbakala pada Dinas Pariwisata Kerinci berdasarkan kesejarahan material diduga 500 tahun sebelum Masehi.
Ini dilihat pula pada periode sejarah data keramik cina dinasti sung, Qin, Ming, yuan. Masa ini berlangsung pada periode tahun 960,1279.
Pengalian dilakukan oleh empat orang peneliti asal Jerman masing-masing Dr. Raff Dominik Bonat, Dr.Doretha Mechild Main Mai leejoa, Dr. Ulrike Susane Summer dibantu rekanya, Betiene logman, Mahasiswa Leiden Universiti, Dra. Dwi Yukiani, M.Hum, Pusat penelitian Arkelogi Jakarta. Agus Widiatmoko,SS. Balai pelestarian penelitian Purbakala jambi dengan konsultan peneliti Poff. Dr.Wolfgang Marshell, pakar Arkeologi Switzerland
Memang di  daerah Sakti Alam Kerinci kaya akan dialek  bahasa. Lain Dusun/Desa/ Koto, lain pula  dialek bahasanya. Pada prinsipnya  bahasanya hampir sama, hanya dialek sajayang sedikit berbeda. namun ada juga kosa  kata tertentu yang memang penyebutan  dan dialeknya berbeda jauh. Orang Sungai Penuh, Pondok Tinggi, Dusun  Baru, Hamparan Rawang, Koto Lanang,
Tanjung Pauh dan sekitarnya menyebut kata Kerinci dengan sebutan : KINCAI  Orang Semurup, Siulak dan sekitarnya  menggunakan kata : KINCI  Orang Kerinci Hilir (P.sangkar, Lempur,  Tamiai)  menggunakan kata : KRINCI  Orang MinangKabau ada yang  menggunakan kata : KURINCI
Berikut beberapa versi pendapat tentang  asal usul nama " Kerinci " yang dikenal  dengan julukan : SEKEPAL TANAH YANG  TERCAMPAK DARI SURGA atau sering juga  orang menyebut TANAH SERAMBI MADINAH  * Sebuah legenda mengatakan bahwa  nama Kerinci berasal dari kata " KUNCI ",  yang mengkiaskan daerah ini berada dalam  kondisi geografis yang terkunci, dimana  dikelilingi oleh bukit barisan yang berlapis-  lapis dengan medan yang sulit untuk  menembus daerah ini pada zaman dahulu,  seolah daerah ini tertutup untuk akses  keluar (terkunci).  * Sebagian orang ada yang berpendapat  asal nama Kerinci dari keadaan geografis  Kerinci yaitu yang " Kering-kering Cair".
dimana pada musim penghujan sebagian  daerah kerinci terendam banjir akibat  meluapnya air sungai dan danau kerinci,  sebaliknya pada musim kemarau iklim  menjadi kering.  * Sebagian berpendapat, kata Kerinci  berasal dari bahasa India kuno (Tamil) yang  berarti perbukitan atau pegunungan. Orang  Tamil dari India Selatan pada masa Kerajaan  Mahenjodaro dan Harappa (lebih kurang  3000 thn SM) mengenal baik daerah Kerinci  sebagai penghasil Kemenyan, Cempaka,Kayu Sigi (Pinus), dsb(BJ-Rita)

Posting Komentar Blogger

 
Top